REPUBLIKA.CO.ID, WINA -- Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif kembali ke dalam pembicaraan nuklir di Wina, Austria. Para negosiator sedang berjuang untuk mengatasi perbedaan dan bersiap-siap mencapai kesepakatan.
Javad Zarif bergabung dalam pembicaraan setelah sebelumnya kembali ke Teheran untuk berkonsultasi. "Saya merasa negosiasi telah mencapai tahap yang sangat sensitif, dan pada tahap ini dengan kemauan politik, tekad dan banyak pekerjaan, kemajuan adalah mungkin," kata Zarif saat tiba di Wina, Selasa (30/6).
Ia tiba bersama dengan Kepala Badan Atom Iran, Ali Akbar Salehi yang sebelumnya tidak hadir karena sakit. Kantor berita resmi Iran mengatakan, partisipasi Salehi mengindikasikan keiginan serius Iran untuk mempercepat pembicaraan dan mencapai kesepakatan yang komprehensif. Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov juga diharapkan bergabung delam diskusi ini.
Zarif mengatakan, Iran hanya akan menerima kesepakatan yang adil, seimbang dan juga didasarkan pada kebanggaan nasional dan hak-hak rakyat Iran. Pada Senin (29/6), para pejabat AS menyatakan kemungkinan kemunduran negosiasi tersebut. Semula, Senin dibayangkan sebagai hari kedua terakhir dari proses untuk meyakinkan dunia bila Iran tidak dapat memproduksi senjata nuklir.
Namun, beberapa tanda-tanda menunjuk ke arah kerasnya Iran dan mungkin, bahkan kemunduran pada kerangka itu dicapai dengan kekuatan dunia tiga bulan lalu. Di PBB, Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius mengatakan tidak ada target baru yang telah ditetapkan untuk menyimpulkan pembicaraan nuklir. Target waktu baru yang akan menetapkan pembatasan pengayaan uranium Iran untuk ditukar dengan pencabutan sanksi.
Pejabat AS mengatakan banyak masalah sulit yang terlibat dalam negosiasi belum terpecahkan. Yakni inspeksi Badan Energi Atom Internasional ke Iran dan seberapa cepat AS dan mitra-mitranya mencabut sanksi terhadap Iran. Juga pembatasan yag tepat pada penelitian teknologi Iran.