REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Bagi para pemimpin Iran, pemecahan masalah nuklir Iran dengan Barat mungkin mempertanyakan pengaruh geopolitik dan prestise. Namun bagi warga biasa, itu adalah tentang uang, makanan dan pekerjaan.
Adanya pengetatan sanksi internasional yang diberikan kepada Iran telah membuat ratusan pabrik tutup.
"Pabrik tekstil tempat saya bekerja selama 15 tahun ditutup bulan lalu setelah tidak mampu membayar upah kami selama tiga bulan," kata Mohammad Seirafzadeh (47 tahun) di kota utara Sari dikutip dari Reuters.
Ia mengaku bila dirinya hanya pekerja sederhana yang tidak mengerti masalah nuklir ataupun politik. Ia hanya menginginkan sebuah pekerjaan dan kehidupan bagi keluarganya.
"Jika kesepakatan itu akan membantu saya untuk mencari pekerjaan dan memberi makan anak-anak saya, maka kita harus memilikinya," ujar dia.
Selama tiga dekade terakhir, perdagangan Iran telah dibatasi AS terhadap beberapa jenis barang seperti barang. Namun pada 2011/2012, ketika AS dan Uni Eropa mulai membatasi pejualan minyak Iran atau melakukan transaksi keuangan di luar negeri menjadi yang terparah. Sanksi tersebut telah menyakiti lebih dari 76 juta warga.
Pemotongan subsidi dilakukan secara tajam terhadap listrik, air dan gas alam untuk bisnis dan individu. Media Iran mengatakan, di provinsi Teheran saja, ratusan pabrik telah dipaksa tutup.