REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Badan amal Salvation Army mendesak Pemerintah Australia untuk melakukan pengecekan terhadap pembantu rumah tangga (PRT) yang bekerja di sejumlah kedutaan asing di kota itu.
Koordinator Advokasi Salvation Army Heather Moore menjelaskan, PRT di sejumlah kantor perwakilan negara asing itu mengalami pelecehan fisik dan perlakuan buruk. Di antaranya kekurangan makan, tidak mendapat gaji, atau digaji di bawah UMR.
"Pengecekan kesehatan dan kesejahteraan mereka akan memberi kesempatan para PRT ini untuk mengadukan nasibnya," kata Moore kepada ABC baru-baru ini.
Aturan itu, katanya, bisa berupa syarat bagi semua PRT yang bekerja di kedutaan asing untuk secara berkala melapor ke Departemen Imigrasi.
Pekan lalu Salvation Army hadir dalam dengar pendapat di Senate Australia terkait program visa holiday, dan mengungkap terjadinya eksploitasi PRT di sejumlah kedutaan.
"Satu hal yang membuat PRT sangat lemah dalam situasi ini mungkin terkait aspek kultur, karena posisinya dipandang rendah secara kultural," kata Heather Moore.
Karena itu Salvation Army mengusulkan perlunya visa sementara bagi para PRT itu agar bisa bekerja di tempat lain jika misalnya kasusnya dibawake pengadilan.
Moore mencontohkan, salah satu bentuk eksploitasi yang terjadi adalah PRT harus siap bekerja 24 jam sehari dan hanya dibayar 6 dolar perjam.
"Dan ini terjadi di kedutaan negara Barat di Canberra," katanya.