REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Kelompok Ikhwanul Muslimin menyerukan revolusi terhadap pemerintahan Abdul Fatah el-Sisi setelah sembilan tokoh terkemuka meraka dibunuh secara brutal. Insiden ini terjadi tak lama setelah serangan mematikan di Semenanjung Sinai, yang selama ini juga kerap dikaitkan dengan kelompok tersebut.
Aljazirah melaporkan pada Kamis (2/7), Ikhwanul Muslim menyerukan para pendukungnya untuk bangkit dan melakukan revolusi. Ikhwanul Muslimin memperingatkan insiden penembakan terhadap para pemimpin tersebut akan berdampak serius.
Dilaporkan, pasukan Mesir menggerebek sebuah apartemen di pinggiran kota Kairo pada Rabu (1/7). Penggerebekan menewaskan sedikitnya sembilan anggota terkemuka Ikhwanul Muslimin, termasuk mantan anggota parlemen Nasser al-Hafy dan pemimpin Ikhwanul Muslimin lain Abdel Fattah Mohamed Ibrahim.
Para anggota Ikhwanul Muslimin dilaporkan sedang bertemu untuk memberikan bantuan pada keluarga tahanan, saat pasukan menyerbu gedung. "Ayo keluar memberontak dan membela negara Anda, diri sendiri, dan anak-anak Anda," kata dari sebuah pernyataan Ikhwanul Muslimin yang dikeluarkan di Inggris.
Ikhwanul Muslimin menyatakan, pembunuhan ini merupakan titik balik yang akan berdampak serius karena tak mungkin untuk mengontrol kemarahan dari orang-orang yang tertindas.
Kementerian Dalam Negeri Mesir mengatakan, mereka yang ditembak mati merupakan buronan yang sedang merencanakan serangan. Kementerian juga mengatakan di kelompok itu ada dua orang yang sebelumnya telah dijatuhi hukuman mati.
Dalam pernyataannya, kementerian dalam negeri mengatakan penyidik menemukan sejumlah barang bukti seperti senjata, uang sebesar 43 ribu pound Mesir, dokumen dan kartu memori. Pernyataan menyebut kelompok sedang merencanakan serangan terhadap polisi, pengadilan, dan media.
Tiga pasukan khusus terluka dalam operasi tersebut. Televisi negara menunjukkan gambar apartemen setelah serangan, tampak banyak tubuh berlumuran darah di lantai dengan bekas tembakan senapan Kalashnikov di dekat tangan mereka.
Televisi pro-Ikhwanul Muslimin, Mekameleen, mengatakan jumlah korban tewas meningkat menjadi 13 jiwa. Para pemimpin, menurut dia, ditahan di dalam rumah dan mereka dibunuh dengan darah dingin tanpa penyelidikan atau pengadilan. Bertambahnya jumlah korban belum dikonfirmasi pihak berwenang Mesir.
Serangan terhadap anggota Ikhwanul Muslimin terjadi sehari setelah serangan mematikan di utara Semenanjung Sinai. Pihak berwenang dan media pro-pemerintah selama ini telah menyalahkan kekerasan baru di Mesir pada Ikhwanul Muslimin. Kelompok tersebut dan para pendukung mantan presiden Muhamad Mursi telah dicap sebagai teroris. Namun, Ikhwanul Muslimin membantah terlibat.
Juru bicara militer Mesir mengatakan, situasi di Sinai Utara sudah 100 persen di bawah kendali. Pernyataan dikeluarkan pascabentrokan yang dilaporkan menewaskan lebih dari 100 orang. Militer menyatakan 17 tentara dan 100 militan tewas akibat bentrokan terbaru di Sinai.
Sebelumnya, beberapa kelompok yang menyatakan janji setia mereka pada kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), mereka menyebut diri sebagai kelompok Provinsi Sinai, mengaku bertanggung jawab atas serangan di Sinai. Mereka menyatakan menyerang lebih dari 15 pos keamanan di wilayah yang berbatasan dengan Israel dan Jalur Gaza tersebut.
Militer membalas serangan dengan melibatkan jet F-16 dan helikopter Apache. Tentara mengatakan, tak akan menghentikan operasinya sampai daerah itu bebas dari teroris.