REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dewan Keamanan (DK) PBB kembali menyampaikan kekhawatiran mengenai kerusuhan 19 bulan di Sudan Selatan, Kamis (9/7).
Dewan menyerukan penyelesaian menyeluruh bagi krisis di negara termuda di dunia itu. Menurut siaran pers yang dikeluarkan di Markas Besar PBB, New York, DK menyampaikan kekecewaan terhadap tindakan Presiden Salva Kiir dan mantan wakil presiden Riek Machar Teny.
"Mereka telah meletakkan ambisi pribadi mereka di atas kebaikan negara mereka, rakyat mereka dan membahayakan dasar negara pemula ini," ujar DK.
Dewan juga mengatakan kegagalan kedua pemimpin itu untuk mewujudkan perdamaian telah mengakibatkan tewasnya puluhan ribu warga sipil. Menurut Dewan tak ada tanda semua pihak siap menghentikan pertempuran dan melancarkan proses perdamaian murni.
Pernyataan Dewan Keamanan tersebut dikeluarkan pada peringatan keempat kemerdekaan Sudan Selatan yang secara resmi memproklamasikan kemerdekaan pada 9 Juli 2011, setelah referendum. Sebanyak 99 persen warga Sudan Selatan memilih pemisahan diri dari Sudan dalam referendum itu.
Perang saudara di Sudan Selatan dan kerusuhan meletus pada pertengahan Desember 2013. Sejauh ini berbagai upaya politik telah gagal mengakhiri konflik tersebut.
Beberapa pekan terakhir telah menyaksikan peningkatan kerusuhan di Negara Bagian Upper Nile dan Unity. Pertempuran sengit telah memaksa puluhan ribu orang menyelamatkan diri ke semak dan daerah rawa, bahkan ke daerah yang sulit dicapai. Mengingat situasi yang menyedihkan itu, badan paling tangguh di PBB tersebut menyampaikan perlunya mengaktifkan kembali proses politik untuk menangani krisis tersebut.
Dewan Keamanan kembali menyampaikan komitmennya bagi perancangan sanksi terhadap pemimpin politik dan militer yang mengancam kestabilan dan keamanan serta perdamaian Sudan Selatan.