REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -– Deportasi Muslim Uighur yang dilakukan pemerintah Thailand memicu protes di Turki. Pemerintah Turki berjanji akan membuka pintu bagi Muslim Uighur yang melarikan diri ke negara tersebut.
Sekitar 100 pengunjuk rasa berkumpul di depan Kedutaan Besar China di Ankara, Kamis (9/7) kemarin. Sebelumnya, para pengunjuk rasa juga telah merobohkan barikade polisi dan menyerang konsulat Thailand di Istanbul.
Perdana Menteri Thailand, Prayut Chan-ocha sempat mengemukakan rencana untuk menutup kedutaan Thailand di Ankara. Namun, rencana itu segera dia bantah hari ini. Ia mengatakan ingin menjaga hubungan antara Thailand dengan Turki dan China.
“Thailand dan Turki bukan lawan atau saingan. Kami tidak ingin merusak hubungan perdagangan dengan Turki. Pada saat yang sama, kami juga tidak ingin merusak hubungan antara China dengan Thailand,” kata Prayuth kepada wartawan di Bangkok, dilansir dari The Straits Times, Jumat (10/7).
Menaggapi konflik tersebut, Turki berjanji akan membuka pintu bagi Muslim Uighur yang melarikan diri akibat penganiayaan di China. Sejumlah warga negara Turki memandang adanya kesamaan warisan budaya dan agama dengan saudara mereka Muslim Uighur.
Sementara, Human Rights Watch menyerukan Thailand untuk menghentikan deportasi imigran Muslim Uighur ke China dalam sebuah pernyataan, Jumat ini. Mereka mengkhawatirkan penganiayaan yang akan dialami Muslim Uighur di tanah asal mereka.
“Thailand harus membuat segalanya jelas dan tidak terlalu jauh melanggar hukum internasional dengan segera mengumumkan penghentian deportasi etnis Uighur ke China,” kata Sophie Richardson, direktur Human Rights Watch di China.