REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Gencatan senjata di Yaman yang bertujuan untuk mengirim bantuan yang sangat dibutuhkan bagi jutaan orang yang terancam kelaparan gagal terlaksana pada Sabtu (11/7).
Bentrokan-bentrokan dan serangan-serangan udara pimpinan Arab Saudi tetap berlangsung. Gencatan senjata enam hari hanya berlangsung sebelum Jumat tengah malam, tetapi bentrokan-bentrokan antara para pemberontak Houthi dukungan Iran dan pejuang yang setia dengan Presiden Mansour Hadi berkecamuk di beberapa kawasan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa berharap gencatan senjata akan terwujud hingga akhir bulan suci Ramadhan pada 17 Juli, dengan mengizinkan bantuan yang sangat dibutuhkan sampai ke warga sipil.
Tetapi dengan pertempuran sengit mulai kembali hanya beberapa jam setelah gencatan senjata akan diberlakukan, usaha-usaha untuk mengakhiri kekerasan tampaknya mengalami kesulitan karena kedua pihak masing-masing menuduh tidak memperhatikan usaha-usaha perdamaian secara serius.
Koalisi pimpinan Saudi menyatakan pihaknya belum menerima permohonan dari pemerintahan sah di Yaman yang meminta suatu gencatan senjata atau penghentian operasi militer.
Juru bicara koalisi Brigadir Jenderal Ahmed al-Assiri mengatakan aliansi ini tak menaruh perhatian atas gencatan senjata ini karena pihaknya tidak menerima komitmen dari milisi Houthi.
Pesawat-pesawat tempur koalisi menyerang posisi-posisi Houthi di Taez, kota di bagian tengah Yaman, tempat bentrokan-bentrokan antara para pemberontak dan pejuang-pejuang yang setia dengan Hadi terus berlanjut setelah gencatan senjata itu.
Kekerasan juga berlangsung hingga malam di Taez, dengan para saksi mata mengatakan milisi Houthi juga membom beberapa distrik.