Selasa 21 Jul 2015 07:46 WIB

Nasib Buruk Muslim Rohingya Saat Idul Fitri di Myanmar

Rep: C30/ Red: Ilham
Pengungsi Rohingya menangis usai salat Idul Fitri di penampungan sementara Desa Blang Ado, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara, Jumat (17/7).  (Antara/Rahmad)
Pengungsi Rohingya menangis usai salat Idul Fitri di penampungan sementara Desa Blang Ado, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara, Jumat (17/7). (Antara/Rahmad)

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Bangsa Rohingya yang hidup di tanah Malaysia untuk pertama kalinya bebas merayakan Idul Fitri. Mereka merasa senang, bisa berpuasa dan merayakan lebaran tanpa dipenuhi rasa ketakutan.

“Kalau di  Burma (Myanmar), Muslim yang berkumpul untuk shalat Idul Fitri langsung ditangkap tentara,” kata Nurul Amin Nobi Hussein, dilansir dari Onislam, Selasa (21/7).

Hussein (25)  mengatakan, dulu hanya bisa merayakan Idul Fitri di dalam rumah saja degan keluarga masing-masing. Mereka pernah ditahan selama dua bulan di kamp kematian di Wang Kelin.

Lebaran ini, Hussein berhasil menghubungi keluarganya di Maungdaw, Myanmar. Keluarganya di Myanmar mengatakan masih seperti biasa, hanya bisa merayakan Idul Fitri di dalam rumah. “Mereka akan dipenjara jika tidak menuruti perintah tentara, paratentara tidak ingin kami hidup bebas,” ujar Hussein.

Para umat Muslim yang ingin merayakan Idul Fitri degan berkunjung ke rumah-rumah tetangganya, harus seizin tentara. Jika tidak, bangsa Rohingya akan langsung ditangkap. Hussein mengatakan, kedatangannya di Malaysia memberikan perubahan besar. Dia saat ini berani untuk memiliki harapan dan mimpi untuk masa depan yang lebih baik

.

Ucapan kegembiraan juga disampaikan oleh Nur Khaidha (24), istri Hussein. Mereka hidup dengan dua anak kini dapat berbagi kebahagiaan di rumah mereka di simpang Kuala, Alor Setar, Malaysia. Khaidha mengaku, dia diselamatkan setelah 10 hari berada di kamp untuk dijual di Padang Besar. Khaidha juga menjadi saksi atas pemerkosaan yang dilakukan oleh panjaga kamp terhadap kaum wanita Rohingya yang disekap tersebut.

Khaidha merasa benar-benar menjadi seorang istri dan ibu dari anak-anaknya. Dia kini bebas membelikan baju baru untuk anaknya. “Saya juga memasak makanan dan membuat kue tradisional  untuk dibagikan di perayaan Idul Fitri,” ujar Khaidha.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement