REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Polisi menangkap 30 pelajar di Taiwan, Jumat pagi, setelah mereka berunjuk rasa di Kementerian Pendidikan di ibu kota Taipei pada Kamis malam terkait perubahan kurikulum, yang "berhaluan Cina".
Peningkatan ketegangan di Taiwan dipicu peristiwa tiga pekan pendudukan kantor parlemen tahun lalu oleh pengunjuk rasa pimpinan mahasiswa menentang perjanjian perdagangan dengan Cina.
"Tiga puluh orang ditangkap dan diperiksa atas tuduhan menerobos kantor pemerintah dan menyebabkan kerusakan pada pintu," kata juru bicara polisi.
Pengunjuk rasa itu datang setelah kegagalan pembicaraan pada Kamis malam dengan pejabat pendidikan soal usul perubahan pada kurikulum, yang akan diberlakukan pada September.
Formosa TV melaporkan 40 pengunjuk rasa merusak gedung menggunakan tangga dengan beberapa dari mereka mengunci diri mereka di kantor Kementerian Pendidikan tersebut. Tayangan televisi menunjukkan beberapa dari yang ditangkap diikat lengannya di belakang punggung dengan ikat plastik.
Sekitar 200 pengunjuk rasa juga berkumpul di luar kementerian pada awal pekan ini untuk memprotes kurikulum baru tersebut. Para mahasiswa mengatakan perubahan kurikulum di Sekolah Menengah Atas (SMA) melemahkan kedaulatan pulau itu dan telah diperkenalkan tanpa konsultasi yang tepat.
Taiwan memisahkan diri dari Cina pada 1949 setelah terjadi perang sipil tetapi Cina masih menganggap pulau itu sebagai bagian dari wilayahnya dan menunggu reunifikasi, jika perlu dilakukan dengan kekerasan.
Hubungan membaik saat kepemimpinan Presiden Taiwan Ma Ying-jeou dari Partai Kuomintang (KMT) yang menyebabkan sejumlah transaksi perdagangan dengan Cina, tetapi juga memicu kegelisahan warga.
Perubahan kurikulum telah diprotes oleh pengunjuk rasa, termasuk sebuah referensi bahwa Taiwan menjadi "ditemukan oleh Cina" bukan "diberikan ke Cina" setelah akhir pendudukan Jepang pada 1945.