REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Parlemen Tunisia menyetujui hukuman mati bagi kejahatan terorisme, Kamis (23/7). Persetujuan diambil di tengah tentangan dari kelompok oposisi dan hak asasi.
Dikutip dari Channel News Asia, Kamis (23/7), persetujuan itu mengakhiri moratorium hukuman mati yang telah berlaku 25 tahun. Persetujuan diraih melalui pemungutan suara di hari kedua perdebatan.
Presiden Beji Caid Essebsi memberlakukan kondisi darurat setelah seorang pemuda melakukan penembakan di resor pantai bulan lalu dan menewaskan 38 turis.
Pasal 26 berlaku untuk siapa saja yang sengaja membunuh seseorang yang menikmati perlindungan internasional. Hal itu merujuk pada referensi untuk orang seperti diplomat dan pegawai negeri sipil internasional.
Pasal tersebut berlaku untuk kasus-kasus di mana orang meninggal dalam penyanderaan atau penculikan situasi. Sedangkan Pasal 28 mengacu kepada orang-orang yang melakukan pemerkosaan selama kejahatan terkait terorisme.
Sana Mersni, seorang anggota parlemen dari partai Ennahda mencatat ironisnya hukuman mati tidak akan menghalangi teroris mencari kematian untuk pergi ke surga.
RUU itu akan menggantikan UU terorisme 2003 yang disahkan di bawah Presiden Zine El Abidine Ben Ali yang digulingkan empat tahun lalu. UU itu banyak dikritik sebagai alat untuk menghancurkan perbedaan pendapat.