REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Pemimpin pemberontak Houthi Yaman, Abdul Malek al-Houthi menolak gencatan senjata yang diumumkan koalisi pimpinan Arab Saudi. Akibatnya pertempuran masih pecah di Yaman meski gencatan senjata telah diberlakukan sejak Ahad (26/7) malam.
Melalui akun Twitternya, pemimpin Houthi menolak gencatan senjata. Menurutnya, gencatan senjata hanya akan membuat keuntungan bagi kelompok ekstremis seperti Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan pasukan pro-pemerintah.
"Pertempuran masih berjalan dan perang belum berakhir," kata Abdel Malek al-Houthi.
Padahal sebelumnya koalisi Saudi pada Sabtu (25/7) mengumumkan gencatan senjata berlaku mulai Ahad pukul 23.59 selama lima hari. Gencatan senjata tersebut dilakukan untuk mendukung jeda kemanusiaan yang akan mengirimkan bantuan ke warga di negara tersebut.
Kepala komite revolusioner tertinggi Houthi Mohammed Ali al-Houthi mengatakan dalam sebuah pernyataan yang disiarkan kantor berita Saba, kelompok tersebut tak diberitahu PBB mengenai gencatan senjata tersebut. Menurutnya, Houthi belum mengarah ke hal tersebut.
"Tak ada sikap positif atau negatif hingga PBB secara resmi membahas hal ini dengan kami," katanya.
Namun, juru bicara koalisi mengatakan ada komitmen dari PBB milisi Houthi akan menerima gencatan senjata. Ia juga mengatakan, meski tindakan militer dihentikan selama gencatan tapi pasukan akan bertindak jika Houthi meluncurkan operasi militer di manapun.