Rabu 29 Jul 2015 21:58 WIB

Indonesia Project di ANU: 50 Tahun Kerja Sama Penelitian dan Pendidikan

 Para pembicara Forum Kajian Pembangunan bersama dengan Presiden Joko Widodo di Aceh bulan Maret 2015.
Foto: Peserta konprensi tentang pembangunan regional yang diselenggarakan oleh IP di Canberra tahun 1987, di antaranya Mari Elka Pangestu (depan lima dari kiri).
Peserta konprensi tentang pembangunan regional yang diselenggarakan oleh IP di Canberra tahun 1987, di antaranya Mari Elka Pangestu (depan lima dari kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Babak baru bagi Indonesia Project muncul di tahun 1983 dengan diadakannya Indonesia Update Conference.

Konferensi ini ditujukan untuk membahas suatu topik penting berkaitan dengan pembangunan di Indonesia, dan sejak itu konferensi tahunan ini telah terselenggara secara rutin hingga kini.

Bahkan belakangan, acara ini menjadi konferensi terbesar tentang Indonesia yang diselenggarakan di luar Indonesia. Pada tahun 2014, Indonesia Update yang ke-32 yang bertopik evaluasi terhadap kinerja pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono selama dua periode, dihadiri oleh lebih dari 400  peserta dan berlangsung selama satu setengah hari.

Presentasi pada Indonesia Update sendiri menjadi basis dari publikasi buku yang terbit setiap tahun sesuai dengan topik konferensi.

Terbitnya buku tersebut kemudian ditandai dengan peluncuran di Indonesia (biasanya di Jakarta dan satu kota di luar Jakarta) dan Australia.

Secara kosisten, jurnal yang diterbitkan Indonesia Project, yaitu BIES, telah berkembang menjadi publikasi ilmiah utama tentang Indonesia .

Terbit tiga kali setahun dan pada tahun 2000 penerbitan jurnal ini dialihkan ke Taylor & Francis Group, sehingga memungkinkan akses dan distribusi global termasuk dalam bentuk elektronik.

Salah satu kolom rutin dalam BIES adalah serial artikel Survey of Recent Development, yang kerap menjadi referensi bagi baik peneliti maupun pengambil keputusan di Indonesia dan luar Indonesia.

Pada tahun 2014, akses elektronis secara gratis terhadap BIES diberikan kepada lebih dari 50 lembaga di Indonesia. Bahkan Economic Record, jurnal ekonomi utama Australia, memberikan gelar BIES sebagai salah satu jurnal berbahasa Inggris paling berpengaruh di  dunia.

Selain penelitian, Indonesia Project juga merupakan pusat pendidikan bahwa mahasiswa, terutama  mahasiswa tingkat doktoral.

Namun pada period setelah 1980 hingga akhir 1990an, hanya empat  orang mahasiwa doktoral bernaung pada Indonesia Project.

Tapi berbeda dengan periode sebelum 1980 di mana tidak satu pun mahasiswa tersebut adalah orang Indonesia, pada periode 1981 hingga 1999, tiga dari empat mahasiswa tersebut adalah dari Indonesia (termasuk M. Chatib Basri, yang kemudian menjadi Kepala BKPM dan Menteri Keuangan).

Ketertarikan mahasiswa doktoral untuk bergabung dengan Indonesia Project meningkat setelah tahun 2000-an, dan hingga 2015, lebih dari 12 orang mahasiswa doktoral sudah atau sedang menamatkan pendidikan dan penelitiannya.

Kerjasama erat dengan lembaga di Indonesia merupakan salah satu pilar IP sejak berdirinya. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis (sebelumnya bernama Fakultas Ekonomi) Universitas Indonesia (FEB UI) merupakan salah satu mitra akademik utama.

Sejak tahun 2007, IP dan LPEM sepakat menyelenggarakan kuliah umum bertajuk Sadli Lecture, yang merupakan upaya mengingat dan memberi penghargaan bagi Profesor Mohammad Sadli, ahli ekonomi yang paling berpengaruh di Indonesia selama 40 tahun terakhir, yang juga pernah menjabat sebagai Kepala LPEM.

Eratnya hubungan antara IP dan akademisi di Indonesia, khususnya kalangan ekonomi, direfleksikan juga dengan diadakannya Hadi Soesastro Policy Forum (HSPF) pada tahun 2013 untuk mengenang Hadi Soesatro, salah satu ahli ekonomi di bidang perdagangan dan kerjasama internasional.

HSPF yang memasuki tahun ketiganya diselenggarakan lewat kerjasama dengan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jakarta.

Belakangan, Pemerintah Australia sendiri mendirikan Hadi Soesatro Prize, yang merupakan penghargaan bagi dua mahasiswa doktoral penerima Australia Award yang paling berprestasi.

Pada tahun 2009, bersama dengan LPEM, Indonesia Project secara berkala menyelenggarakan seminar kecil hasil penelitian yang berkaitan dengan pembangunan di Indonesia.

Rangkaian seminar kecil ini bersifat informal dan diberi nama Forum Kajian Pembangunan (FKP), dengan ide awal sebagai brown bag presentation.

Saat ini, ada belasan lembaga yang secara bergilir menjadi tuan rumah FKP selama sebulan, dengan sekitar 2-5 presentasi berbobot dari peneliti Indonesia dan peneliti internasional setiap bulannya.

 

Sejak dua tahun terakhir, video rangkaian presentasi tersebut diunggah di media sosial dan presentasi tersebut ditayangkan dalam bentuk live audio stream.

Lima dasawarsa bukan waktu yang singkat, dan sepanjang perjalanannya, Indonesia Project telah mengalami pasang surut, mirip dengan pasang surut hubungan kedua negara.

Secara kelembagaan, Indonesia Project mengalami tantangan dalam mendanai kegiatannya, dan menarik minat akademisi dan calon mahasiswa yang berkualitas. Termasuk memastikan implementasi dan hasil penelitian betuknya berkualitas dan relevan.

Namun di tengah berbagai tantangan tersebut, secara konsisten Indonesia Project dapat dikatakan berhasil membangun baik kedalaman maupun keluasan kegiatannya.

Perkembangan utama dalam 5 tahun terakhir antara lain semakin aktifnya kegiatan Indonesia Project di Indonesia (dibandingkan di Australia) bersama dengan institusi yang berpusat di Indonesia, serta topik bahasan serta kerja sama yang lebih luas secara multidisipliner.Selain itu, IP juga secara antusias memanfaatkan sosial media.

Untuk memeringati lima dasawarsa berdirinya, di minggu ini serangkaian acara diselenggarakan di Canberra. Pada 28 Juli, ada diskusi ilmiah yang dibawakan Profesor Chris Manning bertajuk Where is Indonesia in regard to the Lewis ‘Turning Point’ – and does it matter?

Lewis Turning Point adalah posisi dimana surplus tenaga kerja di pedesaan tidak memberikan keuntungan keuangan lagi.

Pada hari yang sama akan diadakan peluncuran buku The Yudhoyonoo Presidency: Indonesia’s decade of stability and stagnation, yang merupakan hasil dari Indonesia Update 2014.

Pada 29 Juli, Profesor Mari Pangestu (mantan Menteri Pariwisata dan Industri Kreatif dan Menteri Perdagangan) dan Dr Muhamad Chatib Basri tampil memberikan kuliah umum di ANU. Lalu 30 Juli akan hadir mantan Wakil Presiden Prof esor Boediono untuk meluncurkan buku Australia’s Indonesia Project: 50 years of engagement yang ditulis oleh Colin Brown.

Profesor Boediono juga akan mengadakan pertemuan informal dengan masyarakat dan mahasiswa Indonesia pada 31 Juli.

* Lydia Napitupulu adalah staf ANU Indonesia Project yang berbasis di Jakarta yang juiga akademisi yang berafiliasi dengan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Tulisan ini dibuat berdasarkan buku Australia's Indonesia Project: 50 years of engagement yang ditulis oleh Dr Colin Brown.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/2015-07-29/indonesia-project-di-anu-50-tahun-kerjasama-penelitian-dan-pendidikan/1475278
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement