REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Delapan tahun sudah, Gaza, Palestina berada di bawah blokade Israel. Hingga kini, kondisi tersebut, tidak berubah. Akibatnya, krisis kemanusiaan kian membuat warga Gaza menderita.
''Sudah delapan tahun hingga kini wilayah Gaza masih berada di bawah blokade Israel. Krisis kemanusiaan semakin menambah penderitaan warga Gaza,'' tulis relawan Daarul Quran (Daqu) yang tinggal di Gaza, Palestina, Abdillah Onim.
Melalui surat elektronik yang diterima Republika, Ahad (2/8), Onim yang menikahi Muslimah Gaza ini menjelaskan, krisis Kesehatan makin dirasakan warga Gaza, Palestina akibat dampak dari blokade Israel.
Beberapa hari lalu, Onim mengakui diundang Kementrian Kesehatan Palestina di Gaza City. Dalam pertemuan tersebut, jelas Abdillah Onim, Kementrian Kesehatan Palestina menceritakan kesulitan yang dialami Menteri Kesehatan Palestina, terutama untuk mendapatkan obat-obatan.
''Mereka menyampaikan obat-obatan yang penting bagi para pasien mulai langka yaitu 38 persen berkurang, begitu juga alat kesehatan khususnya alat kesehatan sekali pakai (alat disposilbe) 37 persen berkurang,'' tulis Onim.
Kesulitan lainnya, sambung Onim, beberapa alat kesehatan yang rusak dan berkali-kali diperbaiki, tapi tidak mendapatkan perbaikan atau pun alat ganti yang lebih baik.
Dalam rapat koordinasi tersebut, kata Onim, Kementrian Kesehatan Palestina menyodorkan nama obat dan nama alat kesehatan yang rusak. ''Mereka berharap surat tersebut dapat saya sampaikan ke Presiden Joko Widodo dan Ibu Menteri Kesehatan Republik Indonesia.''
Selain krisis kesehatan, tulis Onim yang menjadi penanggungjawab Yayasan Daarul Quran Nusantara cabang Gaza, Palestina, warga Gaza juga kini mengeluh akan krisis air minum. Krisis air minum disebabkan krisis listrik yang hingga kini masih menyelimuti warga Gaza.
Di lain sisi, sambung Onim, keluarga fakir miskin dan anak yatim di Gaza tak pernah terselesaikan akan permasalahan yang mereka alami yaitu kesulitan mendapatkan bantuan seperti bahan makanan dan air minum serta penerang alternatif.
''Inti dari krisis yang terjadi di Gaza adalah Blokade Israel dan penutupan pintu perlintasan Rafah (perlintasan Gaza-Mesir), yang selama ini menjadi tempat bergantung 1,8 juta jiwa warga Gaza untuk mendapatkan bahan pokok dan bahan makanan,'' jelas Onim.