REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama memberi tekanan baru pada pemimpin yang bertikai di Sudan Selatan pada Selasa (4/8).
Obama mendesak mereka harus menerima batas waktu damai Agustus mendatang atau akan dikesampingkan oleh pemerintahannya.
Obama mengatakan Presiden Salva Kiir dan pemimpin pemberontak Riek Machar telah menyia-nyiakan kehendak baik untuk bangsa termuda di dunia itu yang saat ini terperosok dalam konflik etnis.
Dalam perjalanannya ke Ethiopia belum lama ini, Obama mengadakan pembicaraan dengan para perantara dari kekuatan regional dan mengeluarkan ultimatum untuk pasangan yang bermusuhan tersebut agar menyetujui kesepakatan damai dalam pembagian kekuasaan pada 17 Agustus mendatang.
Obama yang bekerja keras setelah puluhan upaya perdamaian gagal dan melalui perdebatan internal panjang di Gedung Putih menuntut diakhirinya konflik yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan memaksa lebih dari dua juta orang mengungsi.
"Jika mereka kehilangan target tersebut, maka saya pikir itu akan menjadi penting bagi kami untuk bergerak maju dengan rencana yang berbeda dan mengakui para pemimpin tidak mampu menciptakan perdamaian yang diperlukan," kata Obama pada Selasa.
Pernyataan tersebut ia sampaikan setelah pertemuan dengan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-Moon di Ruang Oval Gedung Putih, Washington.
Kegagalan untuk mencapai kesepakatan kemungkinan akan menyebabkan berbagai langkah-langkah hukuman, termasuk embargo senjata dan sanksi yang ditargetkan termasuk larangan perjalanan dan pembekuan aset.