REPUBLIKA.CO.ID, GEORGE TOWN -- Kecelakaan MH370 tahun lalu tidak membuat seorang ayah menyerah dalam mengharapkan kepulangan anaknya dalam kondisi hidup.
"Jika seseorang masih hidup, kita perlu melihat orang itu untuk membuktikan dia masih hidup. Jika seseorang meninggal, maka kita perlu melihat jenazahnya," kata Guan Kak Hueng, ayah dari korban Malaysia Airlines ( MAS) Penerbangan MH370.
Guan, 70, seorang pembuat jam, mengaku masih berharap bahwa putrinya suatu hari akan kembali ke rumah keluarganya di Bukit Gedung.
Dia mengatakan selama jenazah putrinya tidak ditemukan, ia akan berdoa untuk kepulangan anak perempuannya dengan selamatbmeskipun berita bahwa pesawat itu jatuh.
"Saya merasa sedih ketika saya melihat fotonya, tapi saya berpegang pada petuah Cina yang mengatakan bahwa jika seseorang sudah mati, kita perlu melihat jenazahnya (untuk membuktikannya)," katanya kepada kantor berita Bernama saat ditemui di kediamannya.
Putri Guan, Hua Jin, 34, seorang insinyur, merupakan satu di antara 239 penumpang dan awak pesawat naas MH370 yang hilang dari radar dalam perjalanan ke Beijing dari Kuala Lumpur pada tanggal 8 Maret, tahun lalu.
Awal hari ini, Perdana Menteri Datuk Seri Najib Tun Razak menegaskan bahwa potongan pesawat yang ditemukan di Pulau Reunion pada 29 Juli milik MH370.
Sambil menahan air mata, Guan mengatakan ia telah menyerahkan semua urusan mengenai putri keduanya itu pada menantunya, yang sekarang tinggal di Kuala Lumpur dengan dua anak pasangan itu.
"Saya berharap pemerintah dapat melakukan investigasi menyeluruh untuk menemukan kebenaran tentang apa yang terjadi dengan pesawat itu sebelum jatuh," kata Guan, yang mengaku ia terkejut dengan temuan itu.
Guan mengatakan ia akan selalu membaca koran dan menonton berita di televisi untuk mendapatkan informasi terbaru tentang anak keduanya dan pencarian pesawat yang hilang.
"Hua Jin sering pergi ke luar negeri untuk urusan bisnis tetapi selama liburan, dia selalu menghabiskan waktunya di sini di Bukit Gedung," katanya.
Guan mengatakan ibu dua anak itu, berusia dua dan lima itu, berangkat ke Beijing untuk berpartisipasi dalam program kursus tiga minggu yang diselenggarakan oleh perusahaannya.