Senin 10 Aug 2015 05:52 WIB

Serangan Ransomware di Australia Makin Ganas dan tidak Terpecahkan

Pengguna komputer disandera oleh peretas yang melancarkan virus ransomware dan meminta uang tebusan.
Foto: abc
Pengguna komputer disandera oleh peretas yang melancarkan virus ransomware dan meminta uang tebusan.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Serangan virus ransomware yang melanda warga Australia semakin meningkat dan sulit diperbaiki. Jumlah korban semakin banyak dan beberapa dari mereka terpaksa membayar uang tebusan ribuan dolar ke peretas di luar negeri demi mendapatkan kembali file di komputer mereka yang disandera virus di internet tersebut.

Jumlah warga Australia yang menjadi korban virus enkripsi versi terbaru di internet terus meningkat. Virus enkripsi ini membajak arsip dan file komputer mereka dan meminta tebusan untuk mengembalikan file dan arsip tersebut.

 

Virus enkripsi yang dikenal sebagai virus "pemerasan” ini menginfeksi komputer warga melalui program komputer yang tampak seperti email yang kredibel. Virus ini menyasar file dan foto-foto korban sandera mereka.

 

Teknisi IT, Josh Lindsay mengatakan dia telah memperbaiki komputer selama 15 tahun tapi virus enkripsi versi terbaru ini  menurutnya tidak bisa ‘dipecahkan’.

 

"Virus ini merupakan yang terparah yang pernah saya temui,” katanya.

 

Para pembajak menawarkan ke pemilik komputer kesempatan mendapatkan kembali data-datanya tapi hanya jika mereka membayar sejumlah uang tebusan dengan menggunakan mata uang elektronik.

 

"Jika dibayarkan dengan Bitcoin mereka dapat menggunakannya untuk membeli apa saja di internet dari mulai emas batangan, saham, bahkan properti bahkan dan itu hampir tidak bisa dilacak, "kata Lindsay.

 

Korban virus enkripsi, Renata Eugstar mengaku dia memutuskan tidak membayar uang tebusan yang diminta pembajak.

 

"Aku tidak akan membayar uang tebusan itu, tapi saya pikir pasti ada korban lain yang bersedia membayar jika memang itu terkait urusan bisnis mereka," katanya.

 

Michael Bailey dari Kamar Dagang dan Industri Tasmania mengatakan ketika lembaganya menjadi korban virus ini Iaa terpaksa harus membayar uang tebusan setara dengan 350 dolar AS kepada hacker di luar negeri.

 

"Itu lebih murah bagi kami membayar uang tebusan itu ketimbang khawatir berusaha untuk memperbaikinya. Saran dari orang IT kita yang beberapa diantaranya merupakan yang terbaik di Australia mengatakan perlu beberapa pekan bagi mereka untuk mengetahui cara membatalkan enkripsi file itu, itupun jika mereka bisa  melakukannya," katanya,

 

Wakil ketua Komisi Persaingan Usaha dan Konsumen Australia, Delia Rickard, mengatakan selama dua bulan terakhir telah terjadi lonjakan jumlah orang jatuh menjadi korban pemerasan.

 

Komisinya telah menerima 2.500 pengaduan tahun ini dan memperkirakan uang sekitar 400 dolar AS telah dibayarkan kepada para hacker.

 

"Itu hanya kasus puncak gunung es," katanya.

 

Thomas King, manajer umum dari Australia Cyber Team Emergency Response (AusCERT) dan pengajar di Universitas Queensland, mengatakan jumlah komputer yang terinfeksi oleh virus ini meningkat.

 

"Individu, perusahaan, organisasi nirlaba, dan organisasi dari semua jenis telah membayar uang tebusan dan itu keadaan yang menyedihkan mengingat  begitu banyak orang yang merasa perlu untuk membayar tebusan hanya karena mereka tidak memiliki perlindungan keamanan siber yang cukup baik," katanya.

 

King mendesak warga Australia untuk melakukan tindakan pencegahan ketika membuka email dan memastikan telah mem-backup dengan baik data mereka di komputer secara offline.

 

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/2015-08-09/serangan-ransomware-di-australia-makin-ganas-dan-tidak-bisa-dipecahkan/1479482
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement