Senin 10 Aug 2015 19:10 WIB

Awas, Swafoto Anda Berperan dalam Perdagangan Singa Afrika

Seekor singa di sebuah fasilitas tandus di Afrika Selatan.
Foto: World Animal Protection
Seekor singa di sebuah fasilitas tandus di Afrika Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Para aktivis perlindungan hewan berujar wisatawan Australia turut ambil bagian dalam lingkaran penjualan hewan untuk bisnis hiburan. Mereka tak sadar anak singa yang muncul di foto swafoto atau ‘selfie’ liburan adalah hewan yang kemudian bisa saja ditembak oleh kolektor.

Organisasi Perlindungan Hewan Sedunia (WAP) telah meluncurkan sebuah laporan berjudul ‘Dukungan atas Kekejaman: Bagaimana Pariwisata Membunuh Singa Afrika’ yang sejalan dengan Hari Singa Sedunia yang berlangsung (10/8). Laporan ini menguraikan lingkaran kekejaman yang dialami singa.

Kepala kampanye, Nicola Beynon mengatakan lingkaran ini termasuk singa yang digunakan sebagai alat peraga untuk foto wisata, singa yang dipaksa untuk berjalan dengan wisatawan dan akhirnya dijual ke industri komersil.

"Seluruh industri hiburan yang melibatkan hewan benar-benar mengeksploitasi cinta masyarakat akan hewan dan mengeksploitasi hewan seumur hidup mereka," jelasnya.

Ia mengatakan, singa ditangkap dan dibiakkan dan sang bayi yang usianya semuda satu pekan dipisahkan secara menyedihkan dari ibu mereka. Mereka kemudian dipaksa masuk ke sebuah fasilitas di mana wisatawan "menganiaya" sang anak dan menggunakannya untuk kesempatan foto ‘tak berujung’.

"Apa yang tak banyak dilihat orang adalah cara singa dikurung di kandang tandus, dengan nuansa yang kering dan makanan mereka sangat buruk. Perawatan hewan di sana juga buruk," utaranya.

Ketika sudah cukup umur, hewan itu ikut serta dalam program wisata ‘berjalan dengan singa’. Setelah mereka tumbuh terlalu besar dan menjadi berbahaya untuk berada di sekitar turis, mereka dijual kembali ke peternakan untuk diperkenalkan ke dalam fasilitas berburu atau disuntik mati.

"Perburuan ini adalah tempat di mana singa dilepaskan ke kandang dan sangat mudah bagi para pemburu untuk membunuh mereka. Mereka tak punya kesempatan," ungkap Nicola.

Bahkan setelah kematian, eksploitasi belum berakhir. Bagian tubuh mereka bisa dijual ke perdagangan satwa liar di Asia untuk digunakan dalam pengobatan tradisional. Nikola mengatakan, banyak wisatawan tak menyadari mereka ambil bagian dalam praktik-praktik kejam seperti itu.

"Ini sepenuhnya kredibel anak singa dari foto ‘selfie’ anda saat liburan bisa jadi hewan yang sama yang kemudian ditembak oleh para pemburu," sebutnya.

Ia menerangkan, "Tentu saja kami melihat bahwa eksploitasi hewan untuk kepentingan industri hiburan telah meningkat dan fenomena selfie adalah salah satu pemicunya."

Bulan lalu, seorang dokter gigi Amerika mendapat kritik tajam setelah ia dinobatkan sebagai pemburu yang membunuh seekor singa Zimbabwe yang banyak digemari bernama Cecil.

Setelah kematian Cecil, ada duka cita besar-besaran yang datang dari seluruh dunia. Nikola mengatakan, tragedi itu bisa menjadi katalis untuk mengakhiri industri hiburan hewan.

"Dunia Perlindungan Hewan memberitahu orang-orang jika Anda ingin melihat binatang liar, lihat mereka di alam liar di mana mereka berada," pintanya.

Ia mengatakan, ada sejumlah operator tur yang menawarkan pengalaman bebas kekejaman terhadap binatang.

"Kami berbicara dengan operator tur dan meminta mereka untuk tak menjual paket ‘menaiki gajah’ atau paket ‘jalan-jalan bersama singa’. Beberapa operator mulai menyetujui permintaan itu," kemukanya.

Masyarakat  bisa menunjukkan dukungan mereka untuk gerakan ini di situs WAP.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/2015-08-10/foto-selfie-turis-disebut-ikut-andil-dalam-bisnis-perdagangan-singa-afrika/1479940
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement