REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Pemerintah Australia menyatakan setidaknya ada delapan warganya yang menjadi korban ulah kelompok ekstremis ISIS. Dengan taktik peretasan yang amatiran, ISIS berhasil membocorkan data pribadi ribuan orang, umumnya dari kalangan militer dan pejabat di berbagai negara.
Kelompok yang menamakan dirinya Divisi Peretas ISIS membocorkan data pribadi 1.400 orang yang berisi nomor telepon, rincian kartu kredit, password online, serta email pribadi mereka di media sosial.
Di antara para korban terdapat pegawai Angkatan Bersenjata Australia (ADF), politisi lokal, serta pegawai negeri. Menteri Kehakiman Michael Keenan memastikan, pihak intelijen Australia kini memeriksa bocoran itu dan kemungkinan ancaman yang ditimbulkannya.
Menurut pakar terorisme dari Deakin University Profesor Greg Barton, taktik yang dipergunakan ISUS sebenarnya amatiran dan bukanlah suatu terobosan teknologi.
Meskipun target mereka adalah orang-orang biasa, namun penyebaran informasi pribadi mereka sangat mengkhawatirkan.
"Dalam situasi dan kemungkinan adanya serangan yang dilakukan oleh perorangan, tentu hal ini akan meningkatkan risiko. Ini bukan terobosan teknologi yang dilakukan oleh ISIS, namun dalam konteks dewasa ini tentu saja sangat mengkhawatirkan," jelasnya.