REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Protes kecil menandai peringatan dua tahun peristiwa serangan Rabaa, di mana pasukan Mesir membunuh ratusan demonstran pendukung Muhammad Mursi. Menanggapi aksi demonstran, polisi Mesir menggunakan gas air mata untuk membubarkan kerumunan massa tersebut.
Al Jazeera melaporkan, polisi dikerahkan di persimpangan utama dan di luar gedung-gedung pemerintahan pada Jumat (14/8). Mereka menembakkan gas air mata di tiga titik aksi unjuk rasa di mana puluhan demonstran mengambil bagian di barat Kairo.
"Di utara ibu kota, gas air mata juga digunakan melawan pendukung Mursi yang melemparkan petasan besar," kata pejabat polisi.
Insiden Rabaa al-Adawiya terjadi pada 14 Agustus 2013. Kala itu polisi menembak mati ratusan pendukung Mursi yang melakukan protes. Jumlah korban tewas sebenarnya dari insiden tersebut tak diketahui, namun diperkirakan 700 hingga 1.000 orang tewas.
Dewan Nasional Mesir mengatakan, insiden kekerasan di Rabaa dimulai setelah demonstran bersenjata menambak dan membunuh seorang polisi. Tapi kelompok hak asasi Human Rights Watch (HRW) mengatakan, polisi menggunakan kekuatan yang tak proporsional hingga membunuh banyak demonstran yang tak bersenjata.
Berdasarkan wawancara dengan lebih dari 200 saksi, HRW mengatakan hanya beberapa demonstran bersenjata di Rabaa. Namun, menurut HRW pasukan keamanan justru menembaki hingga fasilitas medis darurat dan penembak jitu menargetkan siapa saja yang berusaha masuk dan keluar rumah sakit Rabaa.