REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi, Ahad (16/8), menyetujui UU antiterorisme yang menginisiasi pembentukan pengadilan khusus dan memberikan perlindungan pada aparat dalam memerangi kelompok perlawanan.
Aturan baru ini juga menjelaskan secara rinci sanksi hukum bagi pelaku terorisme dari mulai lima tahun hingga hukuman mati. Sebagai misal, inisiator pembentuk organisasi terlarang, terancam hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Adapun anggota dari kelompok itu bisa divonis 10 tahun penjara. Dalam UU juga disebutkan, jurnalis dapat dikenai denda lantaran memberitakan serangan terorisme yang berbeda dengan informasi pemerintah.
Sanksi terhadap jurnalis ini sebenarnya telah diringankan setelah munculnya tekanan dari dalam dan luar negeri. Pada draf awal disebutkan, para jurnalis terancam hukuman penjara jika salah memberitakan kabar terorisme.
Selain itu, UU memberikan lampu hijau bagi aparat untuk menggunakan kekuatan dalam operasi mereka. UU melindung aparat dari gugatan hukum.
Mesir mendapat tekanan dari kelompok milisi di Semenanjung Sinai. Ratusan polisi telah tewas akibat serangan di Sinai. Pada Juli lalu, Sisi telah berjanji akan memperketat sistem hukum menyusul serangan bom yang menewaskan petinggi kejaksaan.
Tak hanya dari kelompok Sinai, Pemerintahan Abdul Fattah al-Sisi juga mendapat tekanan dari kelompok Ikhwanul Muslimin (IM). Sisi telah mencapi IM sebagai organisasi teroris, setelah penggulingan mantan presiden Muhammad Mursi. Satu per satu petinggi IM dijebloskan ke penjara.