Rabu 19 Aug 2015 10:07 WIB

Cina Tangkap 15 Ribu Penjahat Siber

Keamanan Siber. Ilustrasi
Foto: Reuters
Keamanan Siber. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Polisi Cina menangkap 15 ribu orang yang dicurigai melakukan kejahatan siber sementara pemerintah meningkatkan kendali atas Internet. Kementerian Keamanan Publik Cina mengungkapkan itu pada Selasa (18/8).

Polisi di seluruh penjuru negara tersebut telah menyelidiki lebih dari 7.400 kasus yang kemungkinan merupakan kejahatan siber, termasuk peretasan, penipuan online dan penjualan informasi pribadi secara ilegal, dan sebagai hasilnya telah menangkap 15 ribu orang.

Kementerian tersebut tidak menyebutkan dengan detail kapan penangkapan itu dilakukan.

Pihak berwenang meluncurkan operasi khusus selama enam bulan untuk membersihkan internet pada Juli, tapi beberapa kasus terjadi pada Desember. Beijing menganggap Internet wilayah virtual yang harus diatur oleh hukum dan peraturan.

Baru-baru ini, pihak berwenang menangkap seorang pria karena membesar-besarkan jumlah korban akibat ledakan minggu lalu di kota pelabuhan Tianjin. Polisi juga menangkap seorang perempuan yang dengan keliru menyebutkan ayahnya tewas akibat ledakan tersebut dan meminta donasi dari publik.

Setidaknya 114 orang tewas dalam bencana tersebut, yang merupakan salah satu kecelakaan industri terburuk dalam beberapa tahun terakhir di Cina.

Kementerian tersebut mengatakan operasi khusus telah menjaring tersangka yang meretas situs-situs perusahaan, bank dan badan-badan pemerintah. Beberapa dari mereka mencuri data pribadi secara ilegal, dan beberapa mengubah informasi web atau memasang konten terkait judi online, dan beberapa menggunakan internet untuk menipu.

Beijing juga menangkap mereka yang berbicara di ranah online dengan tidak sepantasnya, walaupun pengumuman yang dikeluarkan oleh kementerian tidak termasuk kasus-kasus yang melibatkan isu tersebut.

Pu Zhiqiang, seorang pengacara pembela hak-hak manusia yang terkemuka, didakwa atas tuduhan mengembuskan kebencian etnis dan memprovokasi masalah. Dakwaan tersebut berawal dari komentar online yang mempertanyakan kebijakan dan praktik-praktik etnis Cina dan mengolok-olok tokoh-tokoh politik.

sumber : VOA Indonesia
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement