REPUBLIKA.CO.ID, FLORIDA -- Khaled A Beydoun, asisten profesor hukum di Dwayne O Andreas School of Law, Universitas Barry, Florida, AS memberikan pandangan menarik mengenai konflik di Republik Afrika Tengah (CAR).
Dalam tulisannya di Aljazirah, ia mengatakan pembersihan terhadap kelompok Muslim di negara itu telah berlangsung secara massif.
Namun ironisnya, kata dia, perhatian negara di luar Afrika maupaun komunitas hak asasi manusia internasional sangatlah minim.
Ia mencontohkan bagaimana anti-Balaka, kelompok yang terdiri atas kaum radikal Kristen dan animis memaksa Muslim untuk murtad di bawah todongan senjata.
Kalaupun tidak murtad, para milisi ini memaksa Muslim untuk beribadah secara sendiri-sendiri dan meningglakan busana Muslim. "Tujuan anti-Balaka adalah jelas, menyingkirkan komunitas Muslim dengan cara apapun dari CAR," ujarnya.
Berbeda dengan ISIS yang menjadi halaman-halaman utama berita dunia, nama terorisme anti-Muslim di Republik Afrika Tengah mungkin jarang sekali terdengar.
Kondisi itu, kata dia, akan berbeda jika pelaku pelanggar HAM di negara itu adalah Muslim. Media-media arus utama mungkin akan melihat hal ini sebagai berita yang menarik.
"Muslim hanya layak diberitakan saat berada belakang senjata, bukan ketika menjadi korban," singgungnya.
Kericuhan di Republik Afrika Tengah berlangsung sejak 2013. Lebih dari 6.000 orang dikabarkan tewas. Awal tahun ini PBB mengonfirmasi adanya pembersihan etnis Muslim di negara itu.