REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perang selalu menyisakan duka untuk anak-anak. Mereka menjadi korban yang paling tak pantas mengalaminya. Seperti konflik di Yaman, yang telah merenggut sekitar 400 nyawa anak-anak sejak Maret lalu.
Badan PBB khusus Anak-Anak (UNICEF) memperingatkan dalam laporan terbarunya bahwa konflik tidak menyelesaikan masalah.
Jutaan orang terperangkap dalam konflik dan lembaga donor terhalang dari memberi bantuan kemanusiaan.
Anak-anak kurus kering hingga tulang-tulang mereka menonjol dibalik kulit tipis. Bayi-bayi menangis sambil terus menghisap jempol karena kelaparan.
"Layanan dasar yang sangat diharapkan anak-anak telah hancur," kata UNICEF. Ratusan yang masih hidup pun tak terjamin keselamatannya.
Salah satu korban adalah Abdul. Ia yang berusia empat tahun tewas tertembak sniper. "Saya tidak mau meninggal seperti dia," kata seorang anak Nada Nussir yang berusia tujuh tahun.
Laporan terbaru UNICEF mencatat 398 anak tewas dan 377 anak direkrut untuk ikut bertempur di Yaman. Sebanyak 1,3 juta orang terpaksa mengungsi. Angka-angka tersebut kemungkinan besar melebihi catatan.
"Konflik ini adalah tragedi untuk anak-anak Yaman," kata perwakilan UNICEF di Yaman, Julien Harneis, dikutip Aljazirah. Nyawa anak-anak ini direnggut dengan bom, granat hingga peluru nyasar.
Mereka yang selamat harus menderita penyakit dan malnutrisi. "Ini tidak bisa terus begini," kata Harneis. Tak hanya menyiksa secara fisik, perang juga menyiksa mental dan psikologis anak-anak yang rentan trauma di masa depan.