REPUBLIKA.CO.ID, JUBA -- Seorang wartawan Sudan Selatan ditembak mati ketika meninggalkan kantor surat kabarnya pada Rabu (19/8) malam atau Kamis (20/8) WIB, kata rekannya.
Peter Julius Moi, yang bekerja untuk surat kabar mandiri "New Nation" di Juba, ditembak ketika pulang setelah bekerja, kata rekannya di surat kabar itu tanpa mengatakan yang mungkin berada di balik pembunuhan itu.
Saksi melihat tubuhnya pada Kamis terbaring di tempatnya ditembak.
Pembunuhan itu terjadi hanya beberapa hari setelah Presiden Salva Kiir mengeluarkan peringatan kepada wartawan.
"Kebebasan pers tidak berarti bahwa Anda bekerja melawan negara Anda. Jika ada di antara mereka tidak mengetahui negara ini telah membunuh orang, kami akan menunjukkan satu hari nanti kepada mereka," kata Kiir dalam jumpa pers pada Minggu (16/8) tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Baik polisi dan pejabat pemerintah tidak bersedia untuk berkomentar atas pembunuhan tersebut. Kiir menolak untuk menandatangani perjanjian damai yang diusulkan oleh mediator pada Senin (17/8) untuk mengakhiri konflik 20 bulan di negara itu dengan mengatakan ia memiliki beberapa keberatan tentang kesepakatan tersebut dan meminta tambahan dua minggu.
Tom Rhodes, seorang perwakilan kelompok kebebasan pers untuk Afrika Timur, yaitu Komite untuk Perlindungan Wartawan mengatakan kepada Reuters bahwa pembunuhan akan membuat media bekerja lebih keras pada saat masyarakat membutuhkan informasi tentang penyelesaian damai di negara itu.
"Ini merupakan sebuah firasat karena wartawan itu tewas hanya tiga hari setelah Presiden Salva Kiir mengancam akan menargetkan wartawan sebelum berangkat untuk melakukan pembicaraan damai di Addis Ababa," kata Rhodes.
Ia mengatakan masih terlalu dini untuk mengatakan apakah ada hubungannya dengan pernyataan dari Presiden Kiir, namun tregedi ini tentu akan dimasukkan ke dalam sebuah laporan indopenden saat wartawan Sudan Selatan semakin dipaksa untuk menyensor diri mereka sendiri sebagai alat bertahan hidup.