REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Seorang pria Korea Selatan meninggal akibat luka-lukanya pada Jumat (21/8), sembilan hari setelah membakar diri untuk memprotes perekrutan paksa Jepang terhadap para perempuan Korea Selatan yang dijadikan budak seks di rumah bordil militer selama Perang Dunia II.
Dokter yang mengobati Choi Hyun-Yul (81 tahun) mengatakan kondisinya memburuk dengan cepat karena keracunan darah. Choi ikut ambil bagian selama unjuk rasa oleh sekitar 1.000 demonstran di luar Kedutaan Besar Jepang di Seoul pada 12 Agustus lalu. Unjuk rasa dilakukan menjelang peringatan 70 tahun berakhirnya pendudukan pemerintahan Jepang atas Semenanjung Korea pada periode 1910-1945.
Choi telah rutin mengikuti protes bulanan di luar Kedutaan Besar Jepang menuntut penggantian rugi untuk yang disebut sebagai "wanita penghibur", isu yang sangat emosional di Korea Selatan di mana kurang dari 50 ribuan perempuan dipaksa menjadi pelacur.
Jepang mengatakan masalah tersebut telah diselesaikan pada 1965 lewat perjanjian bilateral yang memulihkan hubungan diplomatik antara kedua negara. Jepang membayar hibah atau pinjaman ke bekas koloninya itu sebesar 800 juta dolar AS.
Aksi bakar diri merupakan hal yang umum terjadi sebagai bentuk protes di Korea Selatan dan terutama selama gerakan pro-demokrasi pada 1980-an dan awal 1990-an, ketika sejumlah aktivis mahasiswa membakar diri selama demonstrasi publik.
Protes tersebut terakhir terjadi di luar Kedutaan Besar Jepang pada 2005, ketika seorang pria berusia 54 tahun membakar diri selama protesnya terkait klaim Jepang untuk menduduki salah satu pulau kecil yang dikendalikan oleh Korea Selatan di Laut Timur (Laut Jepang).