REPUBLIKA.CO.ID, GEVGELIJA -- Ratusan orang, kebanyakan pengungsi Suriah yang mencoba mencari peruntungan ke Eropa barat, pada Sabtu (22/8) tiba di perbatasan Yunani-Makedonia.
Mereka bergabung dengan sekitar 2.000 orang lainnya yang dihentikan oleh polisi Makedonia di tanah tak berpenghuni. Para pengungsi dan imigran yang sudah berada di tempat itu sejak Kamis terpaksa tidur di tanah kendati hari hujan serta suhu yang sangat dingin.
Juru bicara tentara Kolomel Mirce Gjorgoski mengatakan pasukan tentara diberangkatkan menuju lokasi yang berupa hutan di barisan bukit-bukit yang membentang sekitar 50 km di perbatasan.
Makedonia pada Kamis menyatakan keadaan darurat dan menutup perbatasannya selama 24 jam. Namun setelah terjadi bentrok antara polisi dan para pendatang yang menyebabkan sedikitnya delapan pengungsi terluka. Makedonia memutuskan membatasi sejumlah pengungsi yang dapat melanjutkan perjalanan mereka.
Pada Jumat petang polisi mulai mengizinkan sejumlah kelompok beranggotakan puluhan pengungsi untuk menyeberangi perbatasan dan naik kereta ke utara guna mencapai Eropa barat.
Badan Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) menyampaikan kekhawatiran atas situasi di perbatasan yang semakin memburuk.
Komisioner Tinggi untuk urusan pengungsi Antonio Guteres membicarakan masalah ini dengan Menteri Luar Negeri Makedonia, Nikola Poposki dan mendapat jaminan bahwa perbatasan itu tidak akan ditutup lagi pada masa mendatang.
Badan PBB itu juga meminta Uni Eropa membentuk bantuan bagi negara-negara yang terkena dampak pergerakan pengungsi di Eropa tenggara serta mendesak negara-negara Eropa melakukan tindakan bersama mengatasi krisis ini dan membantu negara-negara seperti Yunani, Makedonia dan Serbia.
Menurut data UNHCR, ribuan pengungsi yang kebanyakan berasal dari Suriah, Afghanistan dan Irak, telah berduyun-duyun mendatangi Yunani selama berpekan-pekan dengan tujuan melanjutkan perjalanan melalui Makedonia dan Serbia untuk mencapai Uni Eropa.