REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Sentral Rakyat Cina (PBoC) telah memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin dari 4,85 persen menjadi 4,6 persen pada Selasa (25/8) malam. Kebijakan tersebut mulai berlaku pada Rabu (26/8).
PBoC telah memangkas suku bunga lima kali sejak November 2015 sebagai stimulus karena pelemahan ekonomi di negara tersebut.
Ekonom UOB Suan Teck Kin mengatakan, setelah aksi serupa pada 27 Juni 2015, bank sentral Cina melakukan stimulus pelonggaran suku bunga acuan serta rasio persyaratan cadangan (RRR). Kebijakan tersebut dinilai tidak sepenuhnya mengejutkan mengingat pasar ekuitas yang sedang berlangsung merosot serta data kegiatan ekonomi secara konsisten lemah.
Suku bunga pinjaman Cina diturunkan menjadi 4,6 persen dari 4,85 persen sebelumnya, dan suku bunga deposito satu tahun akan jatuh ke 1,75 persen dari 2,0 persen. Secara bersamaan, rasio persyaratan cadangan (RRR) untuk sebagian besar bank-bank besar di Cina akan jatuh ke 18,0 persen dari 18,5 persen sebelumnya. Namun, tanggal efektif dari pemangkasan RRR pada 6 September 2015.
Dengan PBoC mengambil lagi penurunan suku bunga secara simultan, lanjutnya, rasa urgensi jelas. Dengan demikian, para investor berpikir masih ada ruang untuk setidaknya dua putaran pemotongan RRR masing-masing sebesar 50 bps, dan setidaknya satu putaran pengurangan suku bunga acuan 25 bps sebelum akhir tahun.
"Hal ini mungkin menjadi tambahan jaminan untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi berada di trek pada tahun 2015 dan hingga 2016," jelasnya dalam keterangan tertulis, Rabu.
Dalam mengantisipasi setidaknya dua pemangkasan RRR lagi sebelum akhir 2015, diproyeksikan adanya tekanan downside lebih lanjut untuk mata uang. Dia memperkirakan nilai tukar yuan pada 2015 di kisaran 6,50 per dolar AS (sebelumnya 6,45), atau 4,8 persen penurunan dibandingkan 2014.
Namun, dia meragukan sejauh mana penyusutan 10 persen atau lebih untuk mata uang sesuai perkiraan, mengingat sensitivitas politik internasional dalammasalah ini, tingkat utang mata uang asing di Cina, dan yang paling penting, ambisi Cina dalam mencapai status mata uang cadangan. Selain itu, review Special Drawing Rights (SDR) IMF sebelum akhir tahun 2015, UOB masih melihat peluang 60 persen dari hasil yang positif untuk dimasukkan yuan.
Oleh karena itu perang mata uang (currency war) tidak seperti apa yang PBoC pikirkan ketika membuat perubahan metodologi pusat. Tapi yang lebih penting, meskipun yuan kemungkinan punya lebih dua cara bergerak maju karena menjadi pasar yang lebih ditentukan. Yuan telah mengalami setidaknya dua kali periode volatile untuk tahun 2015.