REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Palestina dan Vatikan sedang berupaya untuk menaikkan bendera Palestina agar berkibar di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Langkah ini dilakukan menyusul Paus Francis yang akan berkunjung ke majelis umum PBB bulan depan.
Dikutip dari laman Al Arabiya, Rabu (26/8), para pendukung ide ini berharap Majelis Umum PBB akan mengadopsi resolusi tentang pengibaran bendera Palestina sesaat sebelum paus tiba. Proposal Palestina telah diajukan dan rancangan resolusi yang akan dibuat Rabu (26/8) ini, akan memungkinkan negara pengamat non-anggota, termasuk Palestina untuk menampilkan bendera mereka.
Francis dijadwalkan hadir di Majelis Umum PBB pada 25 September. Ia membuka pertemuan para pemimpin dunia untuk meluncurkan program tujuan pembangunan yang ditujukan untuk mengakhiri kemiskinan dan kelaparan selama 15 tahun ke depan.
Lebih dari 100 kepala negara dan pemerintah diharapkan hadir di pertemuan ini. Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama, Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Cina Xi Jinping, dan Presiden Iran Hassan Rouhani dijadwalkan untuk berbicara di hari pertama.
Banyak negara telah menunjukkan dukungan kenegaraan Palestina, termasuk Tahta Suci. Pada bulan Mei, Vatikan secara resmi mengakui Palestina sebagai negara dan itu ada di perjanjian bilateral mereka. Program resmi Vatikan 2014 menyebut Mahmoud Abbas sebagai presiden negara Palestina.
Sebagian besar negara-negara di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan telah mengakui Palestina. Sebelumnya, pada tahun 2012, Vatikan menyambut baik langkah Majelis Umum PBB yang meningkatkan status Palestina menjadi negara penggamat non anggota. Tahun lalu, Paus mengundang presiden Israel dan Palestina untuk berdoa perdamaian di Vatikan.
Tak hanya Palestina, Paus juga membantu AS dan Kuba bersama menjalin kembali hubungan diplomatik. Namun, sebagian besar negara di Eropa Barat enggan mengakui negara Palestina. Tetapi beberapa telah mengisyaratkan bahwa posisi mereka bisa berubah jika upaya perdamaian tetap menemui jalan buntu.
Adalah AS dan Israel menentang mengakui negara Palestina, dengan alasan bahwa hal itu melemahkan usaha untuk menegosiasikan kesepakatan damai antara Palestina dengan Israel. Padahal, proses itu sebenarnya telah terhenti sejak terjadinya konflik mematikan di Gaza setahun lalu.