Kamis 27 Aug 2015 23:03 WIB

Negosiator Perdamaian Libya Mundur Sebelum Pembicaraan Damai

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Didi Purwadi
Kekerasan melanda Libya (ilustrasi)
Foto: Reuters/Esam Omran Al Fetori
Kekerasan melanda Libya (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Seorang negosiator senior dari salah satu kubu parlemen Libya mengumumkan mundur dari pembicaraan mengenai pembentukan pemerintah persatuan Libya. Keputusan mundurnya dinyatakan sehari sebelum babak baru perundingan damai yang disponsori Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dimulai pada Kamis (27/8).

Anggota parlemen yang berhenti adalah kepala delegasi Tripoli dari parlemen General National Congress (GNC) Saleh Makhzoum. Dia juga mengundurkan diri sebagai wakil presiden GNC. GNC tidak memberi alasan berhentinya Makhzoum.

Tetapi, dalam sebuah pernyataan terpisah, Partai Konstruksi dan Keadilan yang mengusung Makhzoum menyalahkan perbedaan antara dia dan Presiden GNC Nouri Abu Sahmain atas pembicaraan damai yang diusulkan PBB. Anggota lain delegasi Tripoli sekaligus anggota parlemen Mohamed Moazab, mengatakan, Makhzoum memiliki kemampuan untuk menangani dengan reaksi cepat dan tahu bagaimana berpikir.

Utusan Khusus PBB, Bernardino Leon dalam konferensi video mengatakan, mengatasi polarisasi politik dan perpecahan di Libya tanggung jawab berada di tangan pemimpin Libya di semua tingkatan. ‘’Mereka yang kemudian membuat dorongan terakhir menuju perdamaian,’’ ujarnya seperti dikutip dari laman Al Arabiya, Kamis (27/8).

Menurut pernyataan itu, diperkirakan 1,9 juta orang memerlukan bantuan mendesak untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan mereka. Akses memperoleh makanan juga menjadi masalah utama bagi 1,2 juta orang.

Tidak ada pernyataan dari PBB apakah pembicaraan damai ini akan tetap diselenggarakan di Maroko pada hari Kamis. PBB telah menjadwalkan babak baru pembicaraan di Maroko untuk mendorong faksi yang bertikai untuk menyetujui kesepakatan damai bulan ini. Namun, parlemen yang berbasis di Tripoli sejauh ini menolak untuk menandatanganinya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement