REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Ribuan orang mengikuti unjuk rasa di di Kuala Lumpur pada Sabtu (29/8) , menuntut Perdana Menteri Najib Razak mundur dari jabatannya, karena diduga melakukan korupsi senilai jutaan dolar.
Pemimpin Malaysia itu telah mendapat serangan-serangan selama beberapa pekan sejak dilaporkan bahwa para penyelidik yang memeriksa lembaga investasi dana negara 1 Malaysia Development Berhad (IMDB) telah menemukan pengiriman dana yang tak dijelaskan sebesar lebih 600 juta dolar ke rekening atas nama Najib.
Demonstran berharap dapat memantik gerakan kekuatan rakyat yang mendepak Najib, tetapi para pengulas politik meragukan ia akan ditumbangkan. Keamanan diperketat dan akses ke suatu alun-alun tempat para pemerotes berencana untuk berkumpul dirintangi.
Pihak keamanan mengerahkan beberpa kendaraan anti huru-hara dan mobil water canon di dekat alun-alun itu. Portal Malaysiakini menyebut sebanyak 50.000 orang telah berkumpul pada Sabtu siang tetapi polisi menyatakan jumlah pengunjuk rasa setengahnya.
Para pemerotes membawa karton bertuliskan "Keluar, Najib, keluar" dan meniup terompet serta meneriakkan "bersih". Bersih juga merupakan sebuah organisasi pro demokrasi yang berada di belakang unjuk rasa dua hari di Kuala Lumpur dan dua kota utama di negara bagian Malaysia yang berada di Kalimantan.
Pemerintah Malaysia pada Kamis (27/9) menyatakan akan menutup jalur ke sejumlah laman, yang mengumumkan unjuk rasa besar untuk menurunkan Najib.
Sebelumnya, persekutuan masyarakat madani, Bersih, berjanji mengerahkan puluhan ribu orang di ibu kota Malaysia, Kualalumpur, dan dua kota lain pada Sabtu dan Ahad. Pemerintah menyebut rencana unjuk rasa itu tidak sah, sehingga memunculkan kekhwatiran akan bentrokan.
Pemerintah akan menutup laman, yang "memromosikan, menyebarkan informasi, dan menyeru warga bergabung" dengan unjuk rasa, kata Komisi Multimedia dan Komunikasi Malaysia (MCMC) dalam pernyataan tertulis.
MCMC beralasan bahwa unjuk rasa itu akan "mengancam stabilitas" dan "mencoreng nama baik negara." Hingga kini masih belum diketahui seberapa luas pemblokiran itu akan dilakukan.
Sejumlah menteri dalam kabinet kini mengakui bahwa Najib telah menerima dana tersebut dalam bentuk deposito ke dalam rekening pribadinya sejak 2013. Fakta itu pertama kali terungkap oleh laporan investigasi dari Wall Street Journal pada bulan lalu.
Najib beberapa bulan sebelumnya menghadapi tekanan terkait tudingan hilangnya sejumlah besar uang dalam kesepakatan bisnis yang melibatkan 1MDB, yang dibentuk oleh Najib pada 2009. Najib dan 1MDB dengan keras membantah telah melakukan tindakan yang melanggar hukum.
Sejumlah menteri dalam kabinet menerangkan bahwa uang yang diterima Najib merupakan "sumbangan politik" dari sejumlah sumber Timur Tengah yang tidak diketahui identitasnya. Menteri-menteri itu juga menegaskan bahwa tidak ada tindakan Najib yang melanggar hukum.
Rekening Najib sejak saat itu ditutup dan belum ada yang mengetahui di mana uang senilai hampir 700 juta dolar AS itu. Terungkapnya kasus ini kemudian memicu kemarahan publik Malaysia, termasuk anggota dari partai Najib berasal.
Pemerintah Malaysia sudah melarang satu surat kabar untuk beredar selama tiga bulan karena dinilai terlalu agresif dalam memberitakan skandal Najib. Di sisi lain, pemerintah juga mengancam akan memenjarakan siapapun yang memberitakan hal sama dengan tudingan melawan pemerintah.
Partai Najib berasal, UMNO, telah menguasai Malaysia sejak negara itu merdeka dari Inggris pada 1957. Namun, perolehan suara UMNO terus menurun dalam beberapa tahun terakhir akibat sejumlah skandal korupsi.