REPUBLIKA.CO.ID, KATHMANDU -- Pemerintah Nepal belum juga membuat aturan pengolaan dana rekontruksi gempa. Sebelumnya negara asing dan lembaga internasional telah berjanji memberikan 4,1 miliar dolar AS.
PBB memperkirakan ada sekitar tiga juta atau 10 persen penduduk yang membutuhkan tempat tinggal akibat gempa pada April dan Mei lalu.
Mereka juga membutuhkan makanan dan perawatan medis dasar. Banyak korban berada di wilayah pegunungan yang mempersulit pengiriman bantuan.
CEO National Reconstruction Authority, Govind Raj Pokharel mengatakan, pemerintah tidak mungkin menghabiskan uang sampai Oktober karena keterlambatan penyetujuan rencana pembangunan.
Selain itu, ada juga kekhawatiran untuk memulai pekerjaan bangunan di musim hujan. "Tanggapan pemerintah lambat. Saya menerima itu," ujarnya.
Nepal telah dikritik karena lambatnya respon terhadap gempa yang menewaskan hampir 9.000 orang. Pemerintah gagal mempersiapkan penanganan memadai meskipun para ahli telah memprediksi kemungkinan gempa bumi.
Empat bulan kemudian, masih banyak bangunan yang sebagian rusak di Kathmandu tetap berdiri. Puing-puing juga masih berserakan di taman umum.
Puluhan ribu orang tinggal di tenda-tenda plastik di dekat jalanan berlumpur dan tanpa saluran air. Mereka menjadi sasaran empuk lalat dan nyamuk.
Salah seorang korban, Maili Pariyar (50 tahun) terlihat merajut tas untuk dijual di luar tendanya. Ia mengaku hanya menerima bahan makanan dan tenda dari badan-badan bantuan dan belum pernah menerima bantuan apapun dari pemerintah.