REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Hakim Prancis menyatakan tidak terbuktinya dugaan pembunuhan dalam kematian mantan Pemimpin Palestina, Yasser Arafat. Tidak ada cukup bukti yang menguatkan kematian Arafat disebabkan keracunan polonium 210.
"Kesimpulan akhir penyidikan belum menunjukkan Tuan Yasser Arafat terbunuh karena keracunan polonium-210," kata hakim sebagaimana dilansir dari NPR, Kamis (3/9).
Seorang ahli senyawa racun, Deborah Plum, mengakui rumitnya fakta dalam kasus kematian Arafat. Sebab, diketahui almarhum adalah perokok berat.
“Asap rokok sendiri sarat akan kandungan polonium 210,” ujar Plum.
Kandungan polonium 210, lanjutnya, berasal dari pupuk yang digunakan untuk menanam tembakau.
Meski demikian, Plum juga menjelaskan adanya efek mematikan dari penggunaan produk olahan senjata nuklir yang mungkin menjadi penyebab lain kematian Arafat. Dia menegaskan hanya ada tiga negara yang memiliki kemampuan mengolah senjata jenis tersebut, yakni Rusia, Amerika Serikat dan Israel.
Yasser Arafat meninggal di Prancis pada November 2004. Saat itu, dokter menyatakan Arafat meninggal akibat stroke.
Namun, Suha Arafat, istrinya tidak sepakat dengan pernyataan itu. Pada 2012, dirinya mengajukan penyelidikan adanya dugaan pembunuhan Arafat setelah menemukan jejak polonium 210 di barang-barang milik suaminya.
Situs pemakaman Arafat kemudian dibuka untuk memungkinkan peneliti mengambil sampel dari jasadnya. Polonium 210 merupakan elemen reaktif yang menjadi terkenal setelah dinyatakan sebagai penyebab kematian Alexander Litvinenko, mantan agen KGB yang mengkritik Rusia.