Ahad 06 Sep 2015 15:58 WIB
Kisah Bocah Suriah Aylan Kurdi

Puluhan Balon Putih Lepas Kepergian Dua Bocah Suriah

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Ani Nursalikah
Tima Kurdi, bibi dri bocah Suriah Alan dan Galib Kurdi, melepas balon putih mengenang kepergian keponakannya, Sabtu (5/9).
Foto: AP
Tima Kurdi, bibi dri bocah Suriah Alan dan Galib Kurdi, melepas balon putih mengenang kepergian keponakannya, Sabtu (5/9).

REPUBLIKA.CO.ID, VANCOUVER -- Puluhan balon putih melayang di atas pelabuhan Vancouver sebagai penghormatan anak Suriah yang tewas di laut. Kematian bocah laki-laki tersebut memicu kemarahan di seluruh dunia tentang krisis imigran.

Bibi kedua anak laki-laki itu, Tima Kurdi berdiri menatap langit setelah ia dan pelayat lainnya melepaskan balon, Sabtu (5/9). Balon tersebut terbang bersama foto Alan (tiga tahun) dan Galib (lima tahun).

Dengan linangan air mata, Kurdi melemparkan buket bunga kuning ke dalam air. Ia berharap membawa seluruh keluarganya ke Kanada untuk tinggal di rumah yang dibuatnya dua dekade lalu.

Kakaknya, Abdullah tidak siap untuk meninggalkan kampung halamannya di Suriah, Ayn al-Arab di mana putra dan istrinya Rehanna dikuburkan, Jumat (4/9). Mereka tenggelam setelah menaiki perahu yang kelebihan beban di Turki menuju Pulau Kos, Yunani. Abdullah merupakan satu diantara yang selamat.

"Suatu hari, saya akan membawanya ke sini. Dia (Abdullah) tidak bisa sendiri di sana," ujarnya.

Keluarga, teman dan orang asing pada Sabtu mengemas teater kecil untuk upacara peringatan. Kurdi mengenang panggilan telepon terakhir Galib dengan kakeknya pada malam sebelum menaiki perahu.

"Ia (Galib) berkata kepada (kakek)nya, 'Bisakah kakek membawa truk ke sini dan membawa saya?' Saya tidak ingin pergi bersama mereka ke air," kata Kurdi sembari menangis.

Ia melanjutkan, saat itu kakeknya meyakinkan Galib untuk tidak khawatir dan ia akan baik-baik saja. Di belakang suara Galib terdengan Alan yang tertawa.

"Dia tidak pernah menangis, Alan. Dia selalu tertawa. Dia tidak tahu bagaimana menangis," lanjut Kurdi.

Perjalanan itu, kata dia, adalah satu-satunya pilihan. Meninggalkan keluarga untuk memiliki kehidupan yang lebih baik di Eropa. Mereka melarikan diri dari kengerian di Suriah, di mana militan dan kelompok radikal ISIS telah memenggal salah satu kerabat kakak iparnya.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement