REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Ledakan kuat mengguncang ibu kota Yaman, Sanaa pada Ahad (6/9) setelah sekutu pimpinan Arab Saudi bertekad menekan melalui perang udara menyusul serangan peluru kendali pemberontak yang menewaskan puluhan tentara negara Teluk.
Saksi mengatakan pesawat tempur sekutu menghantam kedudukan pemberontak Syiah Houthi dukungan Iran dan markas tentara setia kepada presiden terguling Ali Abdullah Saleh.
Serangan tersebut juga menghantam markas militer di Nahdain, Bukit Fajj Attan dan gugus kepresidenan, selatan Sanaa, termasuk markas besar pasukan khusus. Serangan itu juga menyasar kedudukan kelompok Houthi di wilayah Sufan Utara dan Al-Nahda, yang memaksa puluhan warga mengungsi ke daerah lain.
Serangan tersebut muncul setelah terjadinya serangan rudal di gudang senjata di Marib sebelah timur Sanaa pada Jumat yang menewaskan 60 tentara, termasuk 45 tentara Uni Emirat Arab (UAE), 10 tentara Arab Saudi, dan lima tentara Bahrain.
Pemberontak Houthi mengatakan serangan itu sebagai balas dendam selama enam bulan serangan udara mematikan yang menggempur mereka. Koalisi bersumpah tidak akan ada jeda dalam perang udara.
Sekutu meluncurkan pengeboman ketika Presiden Abedrabbo Mansour Hadi melarikan diri ke Arab Saudi pada Maret lalu, setelah pemberontak memasuki perlindungan terakhirnya di kota kedua terbesar Yaman, Aden.
Setelah pengikut pemerintah merebut kembali kota pelabuhan Aden, Yaman Selatan pada Juli lalu, koalisi kemudian melancarkan operasi darat di mana mereka melihat para pemberontak menyerang kembali dari lima provinsi di selatan.