Rabu 09 Sep 2015 22:45 WIB

Australia Akhirnya Bersedia Tampung 12 Ribu Pengungsi Suriah

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: M Akbar
PM Tony Abbott diminta mempertimbangkan tambahan kuota pengungsi Suriah sebagai respon terhadap krisis pengungsi saat ini.
Foto: AAP
PM Tony Abbott diminta mempertimbangkan tambahan kuota pengungsi Suriah sebagai respon terhadap krisis pengungsi saat ini.

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Australia akhirnya memutuskan bersedia menampung 12 ribu pengungsi Suriah. Perdana Menteri Australia Tony Abbott, Rabu (9/9) mengumumkan negaranya akan menerima 12.000 pengungsi Suriah yang dianiaya.

‘’Fokus kami untuk sebanyak 12.000 pengungsi dan ini untuk orang-orang yang paling membutuhkan perlindungan. Seperti wanita, anak-anak dan keluarga yang mencari perlindungan sementara di Yordania, Lebanon, dan Turki,’’ katanya seperti dikutip dari laman BBC, Rabu (9/9).

Abbott menambahkan, peningkatan penerimaan pengungsi Suriah adalah respon murah hati keadaan darurat saat ini. Padahal, beberapa hari yang lalu Abbott mengatakan Australia akan menampung pengungsi Suriah, tetapi hanya sebagian dari kuota yang ada.

Sedangkan jumlah pengungsi Suriah yang dikonfirmasi adalah sebanyak 13.750 di tahun 2015. Keputusan Australia ini diambil ditengah tekanan dunia internasional untuk berbuat lebih banyak untuk membantu pengungsi akibat kekerasan di Timur Tengah.

Saat ini Eropa juga sedang berjuang untuk mengatasi krisis migran karena puluhan ribu pengungsi melintasi perbatasan Eropa. Komisi Eropa akan mengumumkan rencana untuk mendistribusikan 120.000 pencari suaka diantara negara-negara anggota Uni Eropa. Distribusi akan dilakukan dengan kuota yang mengikat.

Politisi liberal senior dan rekan dekat Tony Abbott, Mike Baird mengatakan Australia harus melakukan lebih banyak tindakan untuk membantu pengungsi. Dalam beberapa hari terakhir, sejumlah anggota pemerintah terkemuka mengatakan Australia hanya menerima orang pemeluk Kristen dari Suriah.

Posisi Australia banyak dikritik oleh pihak lain, termasuk asosiasi Muslim dan kelompok-kelompok amal internasional yang mengatakan keputusan tersebut tidak boleh dilakukan atas dasar keyakinan agama orang.

Namun, Abbott mengklaim pemerintah tidak melakukan diskriminasi dan memprioritaskan semua, baik Muslim dan minoritas non-Muslim yang dianiaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement