Jumat 11 Sep 2015 14:02 WIB

Pengibaran Bendera Palestina Jadi Langkah Kunci Keanggotaan PBB

Para aktivis Viva Palestina mengibarkan bendera Palestina dalam konferensi pers di Kairo, Mesir.
Foto: AP
Para aktivis Viva Palestina mengibarkan bendera Palestina dalam konferensi pers di Kairo, Mesir.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Pengibaran bendera Palestina di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa akan menjadi langkah kunci menuju Palestina memperoleh kedudukan negara anggota, kata perdana menteri negara itu pada Kamis.

Majelis Umum di New York pada 19.00 GMT (02.00 WIB Jumat) memberi suara pada rancangan resolusi untuk pengibaran bendera itu, yang diplomat katakan hampir pasti memperoleh suara besar di PBB, yang beranggota 193 negara, meskipun ada penentangan kuat dari Israel dan Amerika Serikat.

Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah sesudah pembicaraan dengan Perdana Prancis Menteri Manuel Valls di Paris menyatakan upaya itu langkah menuju Palestina menjadi anggota penuh badan dunia tersebut. Palestina saat ini hanya memiliki kedudukan pengamat bukan anggota.

Jika disetujui, Perserikatan Bangsa-Bangsa akan memiliki 20 hari untuk melaksanakannya, saat kunjungan Presiden Mahmud Abbas pada 30 September. "Itu perlambang, tapi menjadi langkah lain untuk memperkuat pilar negara Palestina di dunia," kata Riyad Mansour, Perwakilan Palestina untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Resolusi itu akan memungkinkan bendera Palestina dan bendera Tahta Suci Vatikan --keduanya memiliki kedudukan pengamat bukan anggota-- dikibarkan berdampingan dengan bendera dari negara anggota badan dunia tersebut.

Hamdallah juga mengatakan kepada Valls harapannya bahwa Prancis pada suatu hari mengakui negara Palestina, yang Paris sejauh ini menolak melakukannya. Saat ditanya tentang kemungkinan dimulai kembali perundingan perdamaian dengan Israel, perdana menteri itu menyatakan tidak melihat gunanya kecuali masalah permukiman Israel ditangani.

"Kami tidak ingin berunding untuk kepentingan itu. Jika ada perundingan, kami ingin ada kerangka kerja," katanya.

"Yang paling penting adalah pembangunan permukiman harus berhenti. Semua perjanjian, yang kami telah tanda tangani dengan Israel, meramalkan akhir penyelesaian pembangunan permukiman itu, tapi kenyataannya, itu meluas lagi dan lagi, dan itu akan berakhir dengan membunuh pemikiran penyelesaian dua-negara," katanya.

Perundingan perdamaian Israel-Palestina mandek sejak upaya diplomatik Amerika Serikat gagal pada April tahun lalu, dan perang di Jalur Gaza pada musim panas menewaskan lebih dari 2.200 warga Palestina dan 73 orang Israel.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement