REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO--Lebih dari separuh pemilih di Jepang menentang rencana pemerintah untuk memberlakukan undang-undang pertahanan baru yang memungkinkan pasukan Jepang bertempur dengan negara lain.
Jajak pendapat yang dilakukan selama akhir pekan dan diterbitkan oleh Asahi Shimbun, Senin (14/9), menunjukkan 54 persen responden menentang undang-undang, 29 persen mendukung dan 68 persen menilai tidak melihat hal mendesak dalam penerbitan aturan itu.
Survei juga menunjukkan, dukungan bagi pemerintah Abe turun menjadi 36 persen dari dibandingkan jajak pendapat bulan lalu sebesar 38 persen. Angka ini menjadi yang terendah sejak Abe menjabat pada Desember 2013 lalu.
Kendati mendapat protes Abe bergeming. Perdana Menteri Abe tetap ingin menyelesaikan rencana undang-undang keamanan sebelum parlemen berakhir pada 27 September. Pemungutan suara di majelis tinggi direncanakan pekan ini.
Blok Abe memiliki mayoritas di majelis tinggi, tapi partai-partai oposisi telah bersumpah untuk menggunakan segala cara yang mungkin guna mencegah aturan ini.
Sejak awal memimpin Abe ingin mendorong militer Jepang lebih berperan aktif. Dengan menafsirkan konstitusi, Abe dan pendukungnya menilai menjaga pertahanan dapat diartikan dengan membantu sekutu di luar.
Setelah Perang Dunia II, militer Jepang cenderung pasif. Mereka hanya bisa menggunakan pasukannya untuk bertahan tidak bertempur di negara lain. Sementara itu, pada pekan lalu Abe memenangkan jabatan sebagai ketua partai yang berkuasa dua kali berturut-turut. Ia berjanji mempertahankan fokus menghidupkan kembali ekonomi terbesar ketiga dunia dan memperdalam perdebatan tentang revisi konstitusi pasifis.