REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO-- Pascatergulingnya Rezim Moamar Qadzafi pada 2011, hari-hari Libya kini diwarnai dengan kekerasan demi kekerasan. Perang saudara masih menjadi momok negara yang berada di benua Afrika ini. Kondisi ini membuka jalan yang lebar bagi perdagangan senjata ilegal dengan barbagai jenisnya.
Sebuah data yang dihimpun dari lembaga non-pemerintah, seperti dilansir oleh asy-Syarq al-Awsat, mengungkapkan perederan senjata ilegal di negara kayak minyak ini menembus angka fantastis, yaitu 28 juta unit senjata dengan ragam jenisnya. Menurut pakar intelijen Lembaga Perdamaian Afrika, Ahmad Mizab, jumlah tersebut belum termasuk 20 juta pucuk senjata peninggalan rezim Qadzafi.
Penasehat hukum Angkatan Bersenjata Libya, Shalahuddin Abd al-Karim menambahkan, penyelundupan senjata ini antara lain dilakukan oleh para ekstrimis. Beberapa waktu lalu, misalnya, para radikalis tertangkap oleh badan keamanan tengah membawa puluhan truk berisikan senjata. Mereka tertangkap di perbatasan Mesir datang dari Darfur, barat Sudan. Sedianya bertolak ke tenggara Libya.
Transaksi senjata ilegal yang diselundupkan lewat perbatasan Mesir itu diperkirakan mencapai jutaan dolar pada 2012 dan 2013. Senjata-senjata itu paling banyak berasal dari Amerika Serikat dan Turki, menyusul kemudian Iran dan Serbia, sedangkan senjata paling murah adalah senjata curian dari peniggalan militer Qadzafi.