REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara telah mengumumkan pengiriman roket satelit untuk melakukan penelitian di luar angkasa, Selasa (15/9). Korea Selatan dan Amerika Serikat mengecam rencana tersebut.
Korut tidak merinci kapan peluncuran satelit akan dilakukan. Menurut kantor berita pemerintah, kemungkinan besar peluncuran pada perayaan 70 tahun kekuasaan Kim dan Partai Buruh, yaitu 10 Oktober.
KCNA melaporkan badan luar angkasa Korut sedang mendorong pengembangan fase final satelit observasi Bumi baru untuk prakiraan cuaca.
"Dunia akan melihat jelas serangkaian satelit Korea mengudara di langit," menurut laporan KCNA.
Waktu dan lokasi satelit akan ditentukan Komite Pusat Partai Pekerja Korea.
Korsel telah lebih dulu meluncurkan roket bersatelit pada Desember 2012. Peluncuran ini pernah dianggap sebagai pengujian penembakan misil balistik jarak jauh. Pengamat menilai peluncuran roket dan misil menggunakan teknologi yang mirip.
Peluncuran roket Korut dikhawatirkan akan meningkatkan upayanya mengembangkan kapasitas misil. Korsel mengatakan rencana Korut akan melanggar resolusi PBB dan tidak akan menolong rezim Kim.
Juru bicara Kemenlu AS, John Kirby mengatakan pada Yonhap setiap peluncuran teknologi misil balistik adalah jelas pelanggaran resolusi PBB. "Ada banyak resolusi DK PBB yang meminta Korut menghentikan semua aktivitas yang terkait dengan program misil balistik," kata Kirby, dikutip Telegraph.
Meski demikian, Korut bersikeras tujuan peluncuran roket adalah hak negara yang diakui hukum internasional. "DRPK (Nama resmi Korut) akan mengeksekusi hak ini, tidak peduli apa yang lain katakan," kata KCNA.