Selasa 29 Sep 2015 09:35 WIB

Bulan Tampil Memukau Saat Super Blood Moon

Rep: c38/ Red: Ani Nursalikah
Supermoon alias bulan darah terlihat di Vigeland Park di Oslo, Norwegia, Senin (28/9). Supermoon tidak akan terlihat lagi hingga 2033.
Foto: AP
Supermoon alias bulan darah terlihat di Vigeland Park di Oslo, Norwegia, Senin (28/9). Supermoon tidak akan terlihat lagi hingga 2033.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Para penikmat benda langit disuguhi femonena astronomi langka pada Senin (28/9), saat supermoon dan gerhana bulan berpadu untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade. Fenomena ini membuat bulan tampak bermandikan warna merah darah.

Dilansir dari Arab News, Selasa (29/9), bagi generasi di bawah 33 tahun, ini adalah kesempatan pertama mereka melihat super blood moon. Fenomena ini terlihat dari Amerika, Eropa, Afrika, Asia Barat dan Pasifik Timur selama lebih dari satu jam.

Gambar dari Prancis, Argentina, dan Amerika Serikat, antara lain, menangkap dengan jelas perkembangan gerhana bulan sampai pada warna merah mencolok.

Di Brooklyn, New York, kerumunan orang berkumpul di plaza dan trotoar. Mereka menatap langit sambil mencoba mengambil foto dengan ponsel pintar. Tapi, di kota-kota lain, termasuk Washington, awan menyembunyikan tontonan ini.

Fenomena itu juga tidak terlihat di kota-kota besar India, tapi para masyarakat bisa menangkap sekilas gerhana di bagian timur laut negara itu dengan teleskop.

Di sisi lain, fenomena ini menimbulkan spekulasi tentang datangnya hari kiamat bagi pengikut tertentu. Ketakutan itu diyakini telah dipicu oleh pernyataan penulis Mormon, Julie Rowe yang secara teratur berbicara kepada khalayak tentang bencana di seluruh dunia pada masa yang akan datang.

Para petinggi gereja terpaksa mengeluarkan peringatan atas kepanikan jemaat. Mereka menegaskan, meski jemaat harus siap secara fisik dan spiritual untuk menghadapi apa pun dalam hidup, mereka harus menghindari tidak terperangkap dalam upaya ekstrem mengantisipasi suatu peristiwa alam.

Fenomena bulan darah sejauh ini tidak memiliki konsekuensi apokaliptik. Ini muncul secara bertahap di seluruh planet saat satelit mencapai titik orbital terdekatnya dengan bumi, disebut perigee, pada fase paling terang.

Saat supermoon, bulan muncul 30 persen lebih terang dan 14 persen lebih besar daripada saat di apogee atau titik terjauh, yaitu sekitar 31 ribu mil (49,9 ribu km) dari perigee.

Pada saat yang sama, posisi Bumi berada di garis lurus antara bulan dan matahari, menutupi sinar matahari langsung yang biasanya membuat cahaya bulan kuning keputihan. Tetapi sebagian cahaya masih merayap di sekitar tepi planet dan disaring melalui atmosfer, yang menciptakan bulan darah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement