Jumat 09 Oct 2015 06:15 WIB

Korut Lakukan Kerja Paksa Demi Upacara Megah?

Korea Utara
Foto: Reuters
Korea Utara

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Kelompok hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW), Kamis, mendesak Korea Utara mengakhiri kerja paksa dan menuduh penguasa terkucil itu melakukan 'pemanfaatan buas' saat negara tersebut menyiapkan upacara megah memperingati 70 tahun Partai Pekerja berkuasa.

Kelompok HAM itu menuding Pyongyang memaksa warganya bekerja tanpa upah untuk mengendalikan rakyat, menopang perekonomian serta mempertahankan kekuasaan.

"Tidak ada pertentangan lebih jelas antara rekaan Korut sebagai surga kaum duafa dengan kenyataan pemerintahan, yang memaksa rakyat bekerja tanpa upah untuk membangun perekonomiannya," kata wakil direktur HRW untuk Asia Phil Robertson.

"Jika Pyongyang ingin betul-betul merayakan partai pendirinya, mereka harus menghentikan pemanfaatan buas terhadap rakyatnya itu," katanya.

Korut akan memperingati ulang tahun partai berkuasa Partai Pekerja pada Sabtu, dengan parade militer besar-besaran yang diperkirakan akan menunjukkan kekuatan militernya serta beberapa konser, penampilan dan pameran.

Patung baru pemimpin Korut, yang sudah meninggal, didirikan di seluruh negara menjelang peringatan tersebut. HRW mengatakan kerja paksa mendominasi kehidupan warga, dan menambahkan bahwa mereka telah berbicara dengan para pelajar yang mengaku mereka harus bekerja tanpa upah di ladang selama dua bulan dalam setahun.

"Kerja paksa di Korut menjadi hal biasa sehingga tidak mengejutkan untuk mengatakan hal itu. Ini adalah krisis HAM tersembunyi di Korut yang terlalu lama diabaikan," kata Robertson.

Kelompok HAM dan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan bahwa kerja paksa digunakan sebagai bentuk pemaksaan politik sejak berdirinya partai berkuasa pada 1945. HRW mengatakan dalam beberapa tahun terakhir sistem itu telah menjadi tulang punggung perekonomian.

Berdasarkan atas pengakuan ratusan warga Korut dalam pelarian, komisi itu merinci jaringan luas kamp-kamp penjara yang menahan hingga 120 ribu orang serta mendokumentasikan kasus-kasus penyiksaan, rangkuman eksekusi, serta pemerkosaan.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement