REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Seorang korban kasus pelecehan anak-anak di Australia, David Reece, mengaku dia dipaksa membunuh ayam oleh petugas panti asuhan dari badan amal Salvation Army pada 1960-an. Reece yang kini berusia 62 tahun mengatakan dia dipaksa justru karena mencintai binatang.
Pemerintah Australia menyelidiki kasus pelecehan anak di masa lalu melalui sebuah komisi khusus bernama Royal Commission into Institutional Responses to Child Sexual Abuse.
Komisi itu telah berjalan beberapa tahun terakhir, dan pekan ini melakukan persidangan di Adelaide untuk memeriksa kasus yang pernah terjadi di fasilitas panti asuhan Salvation Army di Victoria, Australia Selatan, dan Australia Barat.
Reece yang menghuni panti asuhan Box Hill Boys' Home di Victoria mengungkapkan, ketika dia melaporkan pelecehan yang dialaminya seorang petugas panti justru memukulinya. Menurut Reece, pelecehan seksual yang dialaminya telah berulang kali dilaporkan, namun dia justru dihukum dan tidak dipercayai.
Dia mengungkapkan, saat seorang petugas panti mengetahui Reece mencintai binatang, petugas itu memaksanya membunuh ayam. Reece mengaku, saat itu dia mulai sadar tidak ada seorang pun yang akan melindunginya sehingga dia mulai melawan petugas.
"Saya mulai melawan mereka. Saya pukul kemaluan mereka lalu lari saat mereka masih kesakitan. Malam-malam biasanya kami dengar jeritan anak-anak saat keluar dari ruangan kantor. Petugas Salvation Army sangat brutal dan guru-gurunya sangat barbar. Kami selalu ketakutan setiap harinya," katanya.
Ia mengaku kehidupan di panti itu terus menghantuinya sampai saat ini.
"Banyak teman saya yang bunuh diri karena apa yang mereka alami," katanya.
Dia menambahkan, tujuannya memberi kesaksian dalam pemeriksaan komisi adalah untuk mendaparkan keadilan bagi dirinya dan rekan-rekannya itu.
Alan Hall dari Departemen Sosial Negara Bagian Victoria dalam pemeriksaan itu menyatakan sebanyak 110 kasus yang terjadi panti asuhan Box Hill dan Bayswater telah diberikan ganti rugi. Reece mengaku telah menerima kompensasi sebesar 17.500 dolar AS (Rp 175 juta) dari Salvation Army pada 2002.