REPUBLIKA.CO.ID, KATHMANDU -- Nepal pada Jumat (9/10) mengumumkan rencana memilih perdana menteri baru pada akhir pekan ini atau tiga pekan setelah negara itu menerapkan undang-undang dasar baru.
Perdana Menteri Sushil Koirala berjanji mundur setelah undang-undang dasar pertama Nepal yang disusun dewan perwakilan terpilih diberlakukan pada 20 September. Dia mengumumkan pada 2 Oktober akan meminta presiden memulai pembentukan pemerintahan baru.
Setelah sejumlah partai gagal menyepakati kesepakatan bagi calon perdana menteri, Presiden Ram Baran Yadav meminta parlemen memberikan suara, kata juru bicara Subash Chandra Nembang.
"Saya telah menetapkan pemilihan Perdana Menteri selanjutnya, yakni pada Ahad pukul 11 pagi (waktu setempat)," kata Nembang.
Nembang mengatakan setiap partai memiliki waktu satu hari untuk mendaftarkan calon mereka, namun jika tidak ada kandidat yang mencapai suara tertinggi untuk salah satu calon mayoritas sederhana, pemerintah akan menetapkan tanggal untuk pemilihan ulang.
Undang-undang dasar baru itu menandai tahap akhir upaya perdamaian yang dimulai ketika pemberontak dari Partai Komunis Bersatu Nepal (Maoist) meletakkan senjata mereka pada 2006 usai pemberontakan satu dasawarsa.
Lebih dari 40 orang tewas dalam bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa perwakilan dari etnis minoritas yang mengatakakan struktur federal yang baru dalam konstitusi akan membuat kaum minoritas kurang terwakili di parlemen nasional.