REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Presiden Palestina Mahmoud Abbas telah menyatakan tidak ingin melanjutkan ketegangan lebih jauh dengan Israel. Ia pun telah menyampaikan permintaan ini kepada jajaran dan aparat pendukungnya.
Namun pernyataan Abbas seperti tidak digubris. Bentrokan demi bentrokan terus berlangsung antara pemuda Palestina dengan aparat dan pemukim Israel. Selama 10 hari saja, setidaknya 16 warga Palestina terbunuh, dan lebih dari 1.000 lainnya terluka.
Bentrokan tidak adanya melibatkan laki-laki, tetapi juga para wanita Palestina. Mereka menyembunyikan identitas dengan kafayet yang menutupi wajah. Di Ramallah, para wanita itu bahkan tak ingin berbicara atau diambil fotonya.
Salah seorang remaja putri hanya mengungkap nama mereka dengan Shahad (20 tahun). Ia merupakan mahasiswi di Universitas Al-Quds. "Ini merupakan kedua kalinya bagi saya," ujarnya. "Saya datang kemarin untuk kali pertama karena sebelumnya dilarang."
Seorang temannya yang lain menimpali, saat ini mereka lebih berani. Banyak wanita yang ingin berpartisipasi. "Kami ingin melindungi negara kami," ujar Yasmin yang masih mengenakan seragam sekolah hijau bergaris putih. "Ini merupakan pertama kalinya bagi kami. Kami ke sini untuk membantu para pria."
Seorang wanita mengatakan kepada AFP, Intifadha terus berlansung, karena ia sudah tak lagi mendengarkan Presiden Abbas sejak lama.
Ketegangan terjadi di berbagai penjuru baik di Tepi Barat, Yerusalem, maupun, Jalur Gaza dalam beberapa waktu terakhir. Ketegangan tak terlepas dari aksi penodaan Masjid Al-Aqsa oleh tentara Israel. Sebelumnya, warga Israel juga menembak seorang mahasiswi Palestina Universitas Bethlehem karena dituding hendak melakukan aksi penikaman.