REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Sebuah studi terbaru menemukan, pria Muslim empat kali lebih sulit mendapatkan wawancara kerja di Perancis dibandingkan pelamar Katolik. Dilakukan oleh Marie-Anne Valfort, dosen senior di Universitas Sorbonne, Paris, penelitian ini didasarkan pada 6.231 tanggapan untuk iklan lowongan pekerjaan antara tahun 2013 dan 2014.
“Hasil ini mengungkapkan diskriminasi yang kuat terhadap Muslim dan Yahudi di Perancis,” simpul studi yang dilakukan di bawah lembaga think tank Montaigne Institute tersebut, seperti dilaporkan AFP, dilansir dari OnIslam, Senin (12/10).
Penelitian dilakukan dengan mengirimkan ribuan tanggapan terhadap iklan lowongan pekerjaan menggunakan karakter fiktif, baik pria maupun wanita. Hasilnya, hanya 4,7 persen pelamar Muslim dipanggil untuk wawancara kerja, berbanding 17,9 persen pelamar Katolik.
Valort percaya, studi ini menunjukkan sebagian kecil dari diskriminasi yang dihadapi oleh pelamar Muslim. Ia mengaitkan diskriminasi pekerjaan dengan kesalahpahaman citra Islam di negara-negara Eropa.
“Studi menunjukkan bahwa Perancis secara otomatis mengasosiasikan Islam dengan ekstremisme agama dan penindasan perempuan,” ungkap dia. Dua stereotipe ini memberi pengaruh besar terhadap tindak diskriminatif, khususnya terhadap laki-laki Muslim.
Penelitian juga membuktikan, identitas sekuler mempengaruhi hasil lamaran pekerjaan. Kandidat Muslim memiliki peluang dua kali lipat untuk masuk ke tahap wawancara ketika mengatakan mereka sekuler, dibanding saat mengaku taat.
Sebaliknya, peluang kandidat Katolik berkurang separuh ketika mengaku sekuler. “Kemungkinan identifikasi Katolik dilihat oleh perekrut sebagai tanda bahwa pria itu lebih disiplin,” tulis studi tersebut.
Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian tahun 2010 dan 2012, yang menemukan bahwa Muslim Perancis masih menghadapi diskriminasi besar-besaran di pasar tenaga kerja. Lebih spesifik, penelitian tahun 2012 menyebut Muslim keturunan Afrika-lah yang banyak menghadapi diskriminasi.