Rabu 14 Oct 2015 13:42 WIB

UNRWA Khawatir Meningkatnya Kerusuhan di Palestina

Seorang Palestina melepaskan lemparan batu dalam bentrokan yang pecah di Tepi Barat, Hebron, Palestina, Kamis (8/10).
Foto: EPA/Abed AL Hashlamun
Seorang Palestina melepaskan lemparan batu dalam bentrokan yang pecah di Tepi Barat, Hebron, Palestina, Kamis (8/10).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Lembaga Pekerjaan dan Bantuan PBB bagi Pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan lembaga itu sangat prihatin dengan meningkatnya kerusuhan dan banyaknya korban jiwa di pihak sipil di wilayah pendudukan Palestina, termasuk Yerusalem Timur dan Israel.

"Hanya tindakan politik aktif dapat mencegah peningkatan lebih lanjut keadaan, yang mempengaruhi warga sipil Palestina dan Israel," kata Juru Bicara PBB Stephane Dujarric dalam pernyataan harian di Markas Besar PBB, New York dengan mengutip keterangan UNRWA, Selasa (13/10).

"UNRWA mengulangi seruan Sekretaris Jenderal PBB kepada semua pihak agar menghormati dan melindungi hak anak-anak, terutama hak melekat mereka untuk hidup. Lembaga tersebut menyerukan penahanan diri maksimum untuk menjamin perlindungan anak-anak, sejalan dengan hukum internasional," kata Dujarric.

Ketegangan meningkat di Tepi Barat Sungai Yordan dan Jalur Gaza, setelah jet tempur Israel menyerang sasaran Hamas pada Senin pagi (12/10), sebagai reaksi atas serangan roket terhadap Israel Utara.

Seorang pemuda Palestina dilaporkan ditembak hingga tewas dalam bentrokan pada Ahad malam.

Sebanyak 22 negara anggota PBB berencana menjanjikan 100 juta dolar AS untuk mendukung anggaran tahun depan UNRWA untuk menyediakan layanan pendidikan, kesehatan, bantuan dan sosial buat lima juta pengungsi di Yordania, Lebanon, Suriah, Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Semua donor menyampaikan janji mereka pekan lalu, selama pertemuan Komite Ad Hoc bagi sumbangan sukarela yang diciptakan oleh Sidang Majelis Umum PBB sebagai forum utama untuk mengumumkan dukungan buat lembaga yang berusia 65 tahun itu.

Semua janji itu disampaikan Swedia, Italia, Luksemburg, Turki, Argentina, Republik Ceska, Austria, Belgia, Swiss, Uni Emirat Arab dan Republik Korea. Beberapa negara lain menyatakan sumbangan mereka akan diberikan atau menunggu persetujuan dari parlemen nasional masing-masing.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement