Rabu 14 Oct 2015 20:29 WIB

Ini Kata Warga Singapura Soal Boikot Perusahaan Penyebab Asap

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ani Nursalikah
Tampak kabut asap menyelimuti gedung-gedung perkantoran di Singapura, Sabtu (3/10).
Foto: AP Photo/Wong Maye-E
Tampak kabut asap menyelimuti gedung-gedung perkantoran di Singapura, Sabtu (3/10).

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Mayoritas masyarakat Singapura mengatakan perusahaan yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan hingga menimbulkan asap harus bertanggung jawab.

Menurut jajak pendapat terhadap 50 orang yang dilakukan oleh The Straits Times menyatakan mayoritas setuju dengan pemboikotan.

"Jika mereka tidak mengurus apa yang mereka lakukan dan mempengaruhi kehidupan sebagian besar wilayah tersebut, mereka harus dihukum," kata responden perencana keuangan Daniel Tay seperti dikutip dari laman Straits Times, Rabu (14/10).

Laki-laki berusia 45 tahun itu mengatakan kabut asap telah menjadi sesuatu di luar kendali dan percaya Singapura memiliki kekuatan untuk mempengaruhi perusahaan-perusahaan ini meski hanya sebuah negara kecil.

Ibu rumah tangga Dawn Wee (49 tahun) mengatakan, perusahaan-perusahaan yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan harus bertanggung jawab atas tindakan mereka karena ingin memperoleh keuntungan dengan mengorbankan kesehatan masyarakat.

Direktur Eksekutif Asosiasi Konsumen Singapura, Seah Seng Choon mengatakan jika setiap masyarakat Singapura memainkan bagian maka pasti akan mengirim sinyal kuat kepada perusahaan.

‘’Jika kita menggabungkan semua upaya kami, kami akan menjadi kekuatan yang tangguh," katanya.

Namun, sebanyak 19 orang atau minoritas responden merasa memboikot produk perusahaan yang terlibat tidak akan membantu.

Seorang mahasiswa Neo Heng Wei (20) mengatakan pemboikotan ini tidak mengatasi akar masalah karena membakar pohon adalah metode tercepat membersihkan hutan. ‘’Mendidik pekerja ini adalah yang paling penting,’’ ujarnya.

Sebelumnya, Badan Lingkungan Hidup Nasional Singapura memulai tindakan hukum terhadap lima perusahaan, termasuk perusahaan Asia Pulp and Paper yang diyakini berada di balik pembakaran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement