REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Kementerian Luar Negeri Rusia mempertanyakan efektifitas operasi kampanye anti-ISIS pimpinan Amerika Serikat di Suriah selama ini. Menurut Kemenlu, hasil yang diperoleh koalisi tidak jelas. Mengapa banyak serangan dilancarkan tapi tidak memperoleh hasil signifikan.
"Kami hanya memiliki sedikit hal spesifik yang bisa menjelelaskan apa yang sebenarnya AS lakukan di Suriah, kenapa banyak serangan dilakukan tetapi hasilnya tidak signifikan," ujar Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov kepada saluran televisi Rusia, NTC, kemarin. "Dengan 25 ribu serangan yang kami tahu dilakukan AS, itu bisa menghancurkan Suriah berkeping-keping."
Lavrov pun mempertanyakan keberatan Barat mengenai operasi udara mereka. Menurutnya, Washington harus memutuskan apakah ingin menghancurkan ekstremis atau sengaja memanfaatkan kelompok radikal untuk agenda politik mereka. "Mungkin niatan mereka tidak tulus? Mungkin perubahan rezim?" tanyanya.
Ia pun khawatir senjata yang diberikan AS ke oposisi moderat justru akan jatuh ke kelompok teroris. Rusia telah melancarkan serangan udara ke kelompok pemberontak Suriah dua pekan lalu.
Sebelumnya Menteri Pertahanan Amerika Serikat Ash Carter mengatakan, AS akan melakukan semua langkah yang dibutuhkan untuk menghadapi aksi meresahkan Rusia. AS semakin frustasi dengan aksi intervensi Rusia di timur Eropa dan Timur Tengah.
"Kami akan mengambil semua langkah yang dibutuhkan untuk mencegah pengaruh destabilisasi, agresi, kekerasan dan aksi merusak Rusia," ujar Carter kemarin, menyinggung intervensi Rusia di Ukraina dan Suriah.
Carter mengatakan, dengan membela Presiden Bashar al-Assad, Rusia telah salah menerapkan strategi di Suriah. Karena itu Washington tidak akan bekerja sama dengan Moskow. "Kita tidak, dan tidak akan setuju untuk bekerjasama dengan Suriah," ujarnya menegaskan.