REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Mesir akhirnya kembali menggelar pemilihan umum (pemilu) untuk memilih perwakilan di parlemen baru, setelah tiga tahun lalu parlemen dibubarkan melalui keputusan pengadilan. Pemilu diharapkan menjadi langkah terakhir yang mendukung upaya transisi demokrasi Mesir.
Sebanyak 27 juta warga Mesir diperkirakan akan mengikuti pemilu parlemen ini. Pemungutan suara akan digelar dalam dua putaran yakni putaran pertama pada Oktober, sementara putaran kedua pada Desember.
Namun banyak analis memperkirakan akan ada sedikit warga yang berpartisipasi. Sebab banyak warga Mesir yang kecewa dengan proses demokrasi di negara tersebut.
Seperti dilansir BBC News, kritikus mengatakan sebagian besar calon anggota parlemen merupakan pendukung Presiden Abdel Fattah el-Sisi. Parlemen baru kemungkinan hanya akan membantu memperkuat kekuasaan Sisi.
Analis mengatakan ada lebih dari 5000 kandidat calon wakil rakyat yang terdaftar. Namun sebagian besar sangat mendukung Sisi dan diduga akan mendominasi parlemen.
Ahli dari Pusat Studi Politik dan Strategi Ahram, Youssri al-Azabawi mengatakan, jika parlemen menginginkan padahal mereka bisa membentuk oposisi untuk keseimbangan. Namun sepertinya ini tak akan terjadi di era Presiden Sisi.
"Dalam pandangan popularitas Sisi, ini tak akan terjadi. Presiden akan mempertahankan kekuasaan yang cukup besar," kata Azabawi.
Hal senada diungkapkan analis politik Hazem Hosni. Menurutnya, parlemen kali ini tak seperti yang diharapkan dalam transisi menuju demokrasi. "Ini benar-benar sebuah parlemen yang tak bisa diharapkan revolusioner atau reformis," ujar Hosni.