REPUBLIKA.CO.ID, Setidaknya empat kota Israel, termasuk ibu kota Tel Aviv memberhentikan sementara karyawan Arab Palestina yang bekerja di sekolah-sekolah. Hal itu dilakukan untuk menenangkan ketakutan publik menyusul memanasnya situasi di wilayah pendudukan.
Politikus Arab Israel menyebut tindakan itu sebagai rasis. Sementara Kementerian Dalam Negeri telah memanggil semua wali kota untuk bertindak dengan penuh rasa hormat, tidak membedakan hak pekerja atau etnis dan gender, serta tak menghina agama.
Situasi di Tepi Barat dan Jalur Gaza memanas sejak lebih dari dua pekan setelah aksi penodaan aparat Israel terhadap Masjid Al-Aqsa. Warga Palestina yang marah bentrok dengan aparat Israel.
Lebih dari 40 warga Palestina terbunuh di tangan peluru Zionis. Sejumlah pemuda Palestina juga melancarkan serangan sporadis dengan menggunakan pisau. Serangan ini menyasar warga dan aparat Israel. Setidaknya tujuh orang Israel terbunuh. Warga Yahudi pun mulai khawatir dengan serangan-serangan itu.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan otoritasnya tetap mempertahankan pengolaan Masjid Al-Aqsa sesuai dengan kesepakatan terdahulu. Umat Islam berhak shalat di sana, sedangkan warga Yahudi diperbolehkan berkunjung tanpa beribadah. "Kami tetap berpegang pada status quo, kami akan tetap untuk menjalankannya," ujar Netanyahu.